Data Tak Sesuai Keadaan di Lapangan, LaporCovid-19 Ungkap Berbagai Permasalahan yang Ada

LaporCovid-19 ungkap berbagai permasalahan terkait COVID-19 di lapangan.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 07 Jul 2021, 17:22 WIB
Tim penanganan membawa jenazah seorang pasien COVID-19 yang meninggal di rumah selama isolasi mandiri karena rumah sakit setempat tidak mampu lagi menampung pasien COVID-19 di Bogor, Jawa Barat, Senin (6/7/2021). (ADITYA AJI/AFP)

Liputan6.com, Jakarta Inisiator platform LaporCovid-19 Irma Hidayana menyampaikan pandemi COVID-19 sudah berjalan 1,5 tahun tapi kenyataan di lapangan belum merefleksikan berbagai masukan, kritikan, tawaran kontribusi dari berbagai ahli hingga masyarakat biasa.

Akibatnya, penanganan COVID-19 pun belum maksimal hingga kini. Salah satu bukti penanganan COVID-19 yang belum maksimal adalah data yang disajikan tidak sesuai dengan keadaan di lapangan.

Menurutnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebut bahwa ranjang rumah sakit masih tersedia, padahal banyak laporan dari masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan rumah sakit dengan alasan penuh hingga akhirnya pasien meninggal tanpa mendapatkan bantuan medis.

“Harusnya ini bisa dicegah, saya tidak mengatakan bahwa pemerintah tidak melakukan pencegahan, tapi pencegahan yang dilakukan terbukti tidak efektif, kalau efektif kita tidak akan sampai pada lonjakan seperti ini,” kata Irma dalam seminar daring LP3ES Jakarta ditulis Rabu (7/7/2021).

Ia menambahkan, pemerintah masih bersikukuh dengan data nasional tentang angka tambahan yang terkonfirmasi.  Angkanya memang tinggi akhir-akhir ini, tapi data tersebut tidak mencerminkan angka yang sebenarnya.

“Karena jumlah tes kita masih sangat rendah, masih di bawah 70 ribu per hari.”

Simak Video Berikut Ini


Data Rasio Positif yang Membingungkan

Di sisi lain, Irma juga berpendapat bahwa data rasio positif yang ada cenderung membingungkan.

“Rasio positif sekarang bingung melihatnya, rasio positif itu kan melihat berapa orang yang positif per berapa jumlah orang yang dites totalnya. Sementara, angka tesnya pun masih tidak proporsional, sangat rendah jauh di bawah standar WHO.”

Belum lagi, lanjutnya, Indonesia memiliki masalah gap data. Misal, data angka kematian yang disampaikan pemerintah kabupaten/kota ada 70 ribu, tapi yang disampaikan ke publik oleh pemerintah pusat itu hanya 56 ribu.

“Itu gap-nya sangat tinggi padahal sama-sama data resmi dari pemerintah.”


Soal Kemenkes yang Membantah Hal Tersebut

LaporCovid-19 juga menemukan bahwa banyak pasien yang melakukan isolasi mandiri di rumah kemudian harus mengembuskan napas terakhir akibat tidak mendapat pelayanan medis.

“Banyak sekali warga yang tidak mendapatkan haknya untuk mendapat layanan medis. Banyak sekali orang yang meninggal, banyak sekali layanan kesehatan yang tutup tapi Kemenkes malah membantah bahwa ini tidak benar, saya kira ini kurang elok. Ini sangat mencederai dan menyakiti banyak orang,” kata Irma.

Maka dari itu, permintaan maaf dan pengakuan dari Kemenkes sangat diperlukan selain bantuan konkret misalnya penyediaan oksigen, rumah sakit, dan tempat isolasi mandiri yang terpusat bagi orang yang memerlukan, pungkas Irma.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa fasilitas kesehatan tidak kolaps dalam menghadapi lonjakan kasus COVID-19 kali ini. Mengenai banyak orang yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri, hal tersebut karena terlambat mendapat penanganan.

"Terlambat, kan yang isoman ada kondisi tertentu. Sebaiknya segera ke IGD saja, jangan menunggu di rumah ya," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi pada 3 Juli 2021.


Infografis Waspada Mutasi COVID-19 Kombinasi Varian Inggris-India

Infografis Waspada Mutasi Covid-19 Kombinasi Varian Inggris-India. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya