Liputan6.com, Jakarta - Tidak lagi terelakkan bahwa pandemi COVID-19 telah menjungkirbalikkan kehidupan sosial miliaran orang di dunia. Terselip di antara resah karena perubahan itu adalah bagaimana anak-anak bersosialisasi di tengah pembatasan.
Psikolog Pritta Tyas Mangestuti mengatakan bahwa setidaknya ada tiga cara untuk mengasah kemampuan anak bersosialisasi selama masa krisis kesehatan global. "Pertama, kemampuan sosialisasi ini harus di-breakdown," katanya dalam jumpa pers virtual, Rabu, 7 Juli 2021.
Misal, serve and return, sambung Prita. "Maksudnya di sini untuk bergantian, menunggu giliran, dan ini bisa distimulasi dengan bermain bersama orangtua. Dalam tangkap bola, contohnya. Ia harus paham ada waktu bergantian untuk melempar dan menangkap," paparnya.
Baca Juga
Advertisement
Kemudian, melatih empati yang bisa dilakukan dengan bermain hand puppet. Dengan begitu, anak-anak dilatih untuk berbagi perasaan. Keterampilan itu bisa juga distimulus melalui melalui pretend play, seperti main masak-masak atau berpura-pura jadi dokter. "Dari sini, si kecil akan berlatih memahami apa yang orang lain perlukan," kata Pritta.
Terakhir, sering mengomunikasikan apa yang orangtua rasakan pada si kecil. Kebiasaan ini akan merangsang kemampuan inisiatifnya sebagai respons ungkapan perasaan tersebut. "Lalu, soal jarang bertemu orang asing, tidak perlu khawatir," imbuhnya.
"Anak-anak cenderung punya kemampuan adaptasi yang luar biasa. Satu sampai dua bulan mungkin masih takut (bertemu orang asing), tapi kemudian akan berinteraksi normal lagi," ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Peran Krusial Orangtua
Pritta menjelaskan sederet peran krusial orangtua dalam memastikan tumbuh kembang anak mereka. Pertama, membangun hubungan yang responsif. Misalnya, peka dengan apa yang jadi kebutuhan dan minat buah hati.
"Bisa juga dengan mendengarkan pendapat, menghargai kemampuan si kecil. Itu nantinya jadi fondasi motorik maupun sosial mereka. Semua itu berawal dari hubungan orangtua dengan anak-anak," tuturnya.
Kedua, bagaimana orangtua membangun stabilitas. Termasuk dalam poin ini adalah orangtua bisa tetap tenang dalam kondisi apa pun. Kemudian, jangan secara mudah menggonta-ganti aturan yang sudah disepakati dengan anak.
"Terakhir, keduanya harus terlibat dalam tumbuh kembang anak. Jangan cuma ibu atau ayahnya saja, harus dua-duanya," ujar Pritta.
Secara tumbuh kembang fisik, dr. Bernie Endyarni Medise, Sp.A (K), sebagai Dokter Spesialis Anak menyarankan orangtua paham tahapan tumbuh kembang anak sesuai usia mereka.
"Ada berbagai alat screening yang bisa dipakai. Salah satunya adalah buku kesehatan ibu dan anak. Itu bisa jadi panduan," ucapnya.
Advertisement
Dukung Perkembangan Anak
Berbicara tentang tumbuh kembang anak, dalam membantu generasi masa depan mengembangkan potensi sepenuhnya dan menjalankan kehidupan lebih sehat, Wyeth Nutrition merilis pilihan rasa baru, yaitu S-26 Procal Nutrissentials Rasa Madu. Itu merupakan susu pertumbuhan untuk anak usia 1--3 tahun.
"Selain membutuhkan stimulasi dan kasih sayang yang penting untuk mengoptimalkan proses tumbuh kembang dan proses belajar, anak juga membutuhkan nutrisi supaya siap memasuki tahap perkembangan selanjutnya," kata Brand Manager S-26 Procal, Vera Niki Gozali.
"S-26 Procal Nutrissentials berkomitmen mendampingi orangtua memastikan tumbuh kembang si kecil berjalan sesuai tahap usianya. Salah satunya dengan menghadirkan nutrisi yang mendukung pertumbuhan mereka, S-26 Procal Nutrissentials rasa madu yang lezat dan disukai si kecil," tuturnya, menambahkan bahwa susu pertumbuhan itu tidak menggunakan gula tambahan.
Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi COVID-19
Advertisement