Sejarah Kelam Bikini Atoll, Inspirasi Bikini Bottom di SpongeBob SquarePants

Bikini Atoll adalah surga di Pasifik yang berubah mengerikan setelah menjadi lokasi uji coba bom atom AS. Bikini Bottom terinspirasi dari sana.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jul 2021, 17:34 WIB
Uji coba senjata nuklir Bravo di Bikini Atoll (Wikipedia/Public Domain/United States Department of Energy)

Liputan6.com, Jakarta - Konon, Bikini Bottom terinspirasi dari Bikini Atoll. Namun, tak ada makhluk-makhluk aneh seperti SpongeBob SquarePants, Patrick, atau Squidward yang ditemukan di bekas lokasi uji coba bom atom milik Amerika Serikat itu.

Pada 2017 lalu, tim Stanford University berkunjung ke Bikini Atoll, 70 tahun setelah AS mengakhiri uji coba nuklir di sana.

Mereka terkejut saat menemukan kehidupan laut berkembang dan melimpah di kawah-kawah bekas hantaman bom atom. Makhluk-makhluk di sana terbukti tangguh, meski terpapar radiasi dalam jumlah masif.

Beda halnya dengan di Chernobyl, lokasi kecelakaan reaktor nuklir terburuk dalam sejarah. Para ilmuwan menemukan hewan-hewan yang cacat atau mengalami mutasi di sana.

Tim yang dipimpin Steve Palumbi justru menemukan ekosistem beragam yang berada di dalam dan sekitar kawah bom di Bikini Atoll. Misalnya, coral atau terumbu karang sebesar mobil, juga ratusan kumpulan ikan termasuk tuna, hiu, dan kakap.

Ada juga kepiting kelapa atau coconut crab yang memetik dan mengonsumsi buah kelapa yang mengandung radioaktif.

Palumbi mengatakan, secara kasat mata, para kepiting, ikan, dan terumbu karang di Bikini Atoll terlihat normal dan sehat.

Bahkan, sejumlah terumbu karang terlihat sudah ada di sana lebih dari satu dekade. Ditemukan bukti mereka mulai tumbuh sekitar 10 tahun setelah bom-bom terakhir dijatuhkan.

"Laguna itu penuh dengan kumpulan ikan yang berkeliling di sekitar terumbu karang hidup. Anehnya, mereka justru dilindungi sejarah tempat ini, populasi ikan di sana dalam kondisi lebih baik dari tempat-tempat lainnya karena mereka tak tersentuh. Hiu-hiu jumlahnya banyak, terumbu karangnya besar-besar," kata Palumbi. Tim ilmuwan juga menyelidiki efek paparan radiasi pada DNA hewan di sana.

Karena ikan memiliki rentang hidup relatif pendek, diduga kuat ikan yang terkena dampak terburuk mati beberapa dekade yang lalu.

Sementara, ikan yang hidup di Bikini Atoll belakangan ini terpapar radiasi level rendah. Apalagi, mereka kerap berenang masuk dan keluar atol itu.

"Menjatuhkan 23 bom atom adalah hal paling merusak yang pernah kita lakukan pada laut dan segala isinya. Namun laut berjuang untuk hidup kembali," kata Palumbi.


23 Bom Atom

Bikini Atoll dikenal sebagai pulau surga di Samudra Pasifik. Itu masa lalu. Pada 1946, penduduknya diusir. Tanah yang indah itu diubah jadi lokasi uji coba bom atom.

Total ada 23 senjata nuklir yang dijatuhkan di sana, termasuk pada 1954, yang kekuatannya 1.100 kali lebih besar dari bom atom 'Little Boy' yang diledakkan di Hiroshima, yang efeknya membuat Jepang bertekuk lutut di penghujung Perang Dunia II.

Ledakan 'Baker, yang menjadi bagian dari Operation Crossroads di Bikini Atoll tahun 1946 (U.S. Department of Defense/Creative Commons)

 

Tak hanya kehancuran yang diakibatkan uji coba nuklir beruntun itu. Pada 1978 para ilmuwan memutuskan Bikini Atoll tak aman dihuni karena efek radiasi, di mana kandungan caesium-137 dalam tubuh manusia 11 kali lipat dari level aman.

Evakuasi kembali dilakukan terhadap penduduknya yang terlanjur pulang pada tahun 1970.


Operation Crossroads

Bikini Atoll menjadi lokasi pengujian bom atom yang diberi nama Operation Crossroads, yang digelar setahun setelah pemboman Hiroshima dan Nagasaki.

Pada 2016, Badan Arsip Keamanan Nasional Amerika Serikat atau US National Security Archives merilis rekaman yang diambil oleh pesawat pengintai yang terbang di atas lokasi pengujian nuklir, hanya beberapa menit setelah bom meledak.

Dalam rekaman tersebut terlihat air menggelegak dan bergolak di dasar teluk karang di mana bom diledakkan, yang menghancurkan kapal-kapal perang, beberapa dari mereka tenggelam.

Angkatan Laut AS melakukan uji coba tersebut untuk mencari tahu dampak ledakan bom atom terhadap kapal perang yang dilengkapi peralatan pelindung. Maka, US Navy kemudian menata dan menempatkan 95 kapal perang di sekitar laguna.

Awalnya, bom atom diperkirakan akan mengakibatkan kerusakan yang tak parah pada kapal-kapal perang, yang kemudian akan dibersihkan dan kembali digunakan dalam eksperimen selanjutnya.

Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Efek yang dihasilkan mendemonstrasikan kekuatan mengerikan dari bom atom dan menimbulkan dampak tak terduga pencemaran nuklir yang berkepanjangan.

Bom pertama, yang diberi kode 'Able', mirip dengan yang digunakan dalam pemboman Nagasaki. Bahan peledak 23 kiloton itu meledak 160 meter di atas permukaan laut dan hanya menenggelamkan sejumlah kapal yang relatif kecil. Efeknya tak terlalu bikin kaget.

Radiasinya, yang melonjak ke level mematikan, dengan cepat berangsur hilang dalam hitungan hari.

Namun, bom kedua -- yang memiliki kode 'Baker' -- membikin shock.

Bom yang diledakkan pada kedalaman 30 meter di bawah permukaan laut pada 25 Juli 1946 melontarkan kubah air di sepanjang permukaan, yang menghasilkan efek kejut yang mampu menghancurkan armada kapal.

Dua kapal perang lapis baja dan sebuah kapal induk besar tenggelam seketika, sebuah efek yang mengejutkan pihak Angkatan Laut AS. Lima bahtera besar lainnya juga karam sekali hentak.

Gunung air yang tercemar radioaktif, debu, dan puing-puing terlontar ke angkasa lalu muncrat ke seluruh laguna, membanjiri kapal-kapal yang sebelumnya tertata di sana.

Mustahil untuk mendekontaminasi kapal-kapal tersebut pada level tersebut. Bahkan, para awak yang dikirim untuk mengukur dampak dan berusaha menyelamatkan kapal-kapal itu justru terkontaminasi radioaktif.

Beberapa dari 200 babi yang ditempatkan dalam posisi berbeda di dalam kapal, sebagai bagian dari pengujian, juga jadi korban. Hewan-hewan itu mati dalam beberapa bulan.

Efek jangka panjang dari insiden tersebut tak bisa diperkirakan. Bangkai-bangkai kapal yang digunakan dalam uji coba kemudian sengaja ditenggelamkan, dianggap terlalu berbahaya untuk digunakan kembali.

 

 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya