Terbongkar, Penyebab Nelayan Sulit Dapat BBM Bersubsidi

Berdasarkan hasil survei KNTI tercatat 82,8 responden nelayan tidak memiliki akses terhadap BBM bersubsidi.

oleh Tira Santia diperbarui 08 Jul 2021, 16:00 WIB
Nelayan memindahkan ikan laut hasil tangkapan di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta, Kamis (26/10). Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ekspor perikanan naik 7,21 persen dibanding periode yang sama tahun 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Iing Rohimin mengatakan berdasarkan hasil survei KNTI tercatat 82,8 responden nelayan tidak memiliki akses terhadap BBM bersubsidi.

“Secara gambaran umum bisa saya sampaikan bahwa data yang kita peroleh 82,8 persen itu nelayan kita tidak bisa mengakses BBM bersubsidi,” kata Iing dalam diskusi KNTI, Kamis (8/7/2021).

Dia menjelaskan alasan para nelayan tidak memiliki akses BBM bersubsidi, dikarenakan sebanyak 38,4 nelayan tradisional Indonesia ternyata tidak memiliki surat rekomendasi untuk membeli BBM bersubsidi.

Lalu, 36,2 persen responden nelayan tidak tahu ada bahan bakar bersubsidi; 22,2 persen menyebutkan tidak ada penjual bahan bakar bersubsidi di sekitar, dan sisanya responden mengaku selalu kehabisan BBM bersubsidi, lebih murah dan mudah membeli bahan bakar non subsidi di SPBU, eceran, dan lainnya.

Selain itu disisi lain, sebanyak 74 persen responden nelayan tidak memiliki pas kecil, hanya 26 responden yang memiliki pas kecil. Dilansir dari laman hubla.dephub.go.id, pas kecil adalah Surat Tanda Kebangsaan Kapal yang diperuntukan bagi kapal-kapal dengan tonase koror kurang dari GT 7, yang sebagian besar terdiri dari kapal-kapal tradisional dan kapal nelayan dengan jumlah yang banyak.

Alasan mereka tidak memiliki pas kecil, 75 persen responden menyatakan mereka tidak tahu cara mengurusnya. 7 persen responden mengaku baru mengetahui yang namanya “Pas Kecil”, sementara sisanya menyatakan masih dalam proses mengurus, bahkan ada nelayan yang malas untuk mengurus pas kecil.

Lanjutnya, alasan tidak bisa akses BBM bersubsidi, yaitu 87 persen responden tidak punya persyaratan pencatatan kapal perikanan dan 69 persen nelayan tidak memiliki identitas.

Bahkan para nelayan tidak mau menyebutkan profesinya sebagai nelayan. Padahal kata Iing hal itu sangat berpengaruh terhadap akses BBM bersubsidi.

Adapun survei dilakukan pada 1 April-21 Mei 2021, kepada 5.292 responden yang tersebar di 10 provinsi yaitu provinsi Aceh, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Jawa Timur, Kepulauan Riau, NTB, Jawa Barat, Kalimantan Utara, Banten, dan NTT.    

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


KNTI: Banyak Nelayan Tak Miliki Identitas

Nelayan memindahkan ikan laut hasil tangkapan di Pelabuhan Muara Angke, Jakarta, Kamis (26/10). Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan hasil ekspor perikanan Indonesia menunjukkan peningkatan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sekretaris Jenderal Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Iing Rohimin mengatakan masih banyak nelayan yang belum memiliki identitas termasuk belum punya kartu Ketahanan Usaha Perikanan Nelayan (Kusuka Nelayan).

“Kami akan menuntaskan pembuatan Kusuka, karena hasil survey KNTI dan koalisi Kusuka bahwasannya masih banyak nelayan kita yang masih belum memiliki identitas termasuk tidak memiliki Kusuka,” kata Iing dalam diskusi KNTI, Kamis (8/7/2021).

Oleh karena itu KNTI terus berupaya mendorong nelayan, Pemerintah dan instansi terkait agar bersama-sama bisa mendata para nelayan yang belum memiliki Kusuka, supaya para nelayan nantinya bisa menikmati layanan Kusuka.

Dia menerangkan, bahwa KNTI serius untuk mengembangkan kartu Kusuka. Kartu Kusuka memang didesain untuk memudahkan para nelayan mengakses BBM. Nantinya diharapkan para nelayan yang akan mengakses BBM bersubsidi cukup menggunakan kartu Kusuka saja.

“Hasil diskusi kemarin, ada beberapa kesepakatan dan diskusi yang mengerucut terkait hasil survei  KNTI dan persoalan BBM bersubsidi bagi nelayan tradisional Indonesia, yaitu disepakati Kusuka untuk mengakses BBM, kita akan lakukan daerah sebagai pilot project bahwa kita serius mengurus masalah ini,” ujarnya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya