KPPU Denda Garuda Indonesia Rp 1 Miliar Terkait Penjualan Tiket Umrah

KPPU menyatakan Garuda Indonesia melanggar UU Nomor 5/1999 dalam perkara Pemilihan Mitra Penjualan Tiket Umrah Menuju dan dari Jeddah dan Madinah.

oleh Athika Rahma diperbarui 08 Jul 2021, 17:14 WIB
Penerbangan Garuda Indonesia ke Hong Kong di larang sementara mulai 22 Juni hingga 5 Juli. (Foto: Garuda-Indonesa.com).

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutus bahwa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) terbukti melanggar pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Nomor 5/1999) dalam perkara Dugaan Praktek Diskriminasi PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. terkait Pemilihan Mitra Penjualan Tiket Umrah Menuju dan dari Jeddah dan Madinah.

Kesimpulan tersebut disampaikan dalam Sidang Majelis Pembacaan Putusan yang dilakukan secara daring pada 8 Juli 2021.

"Atas pelanggaran tersebut, Garuda Indonesia dikenakan denda sebesar Rp 1 miliar," dikutip dari keterangan resmi KPPU, Kamis (8/7/2021).

Perkara yang diawali dari laporan publik tersebut mengangkat dugaan pelanggaran Pasal 19 huruf d UU No.5/1999, khususnya terkait upaya penutupan akses saluran distribusi penjualan langsung tiket umrah menuju dan dari Jeddah dan Madinah oleh Garuda Indonesia melalui Program Wholesaler.

Hambatan masuk tersebut berdampak pada sebagian besar Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) lainnya. PPIU yang ditunjuk oleh Garuda Indonesia terdiri dari PT. Smart Umrah (Kanomas Arci Wisata), PT. Maktour (Makassar Toraja Tour), PT. NRA (Nur Rima Al-Waali Tour), PT. Wahana Mitra Usaha (Wahana), PT. Aero Globe Indonesia, dan PT. Pesona Mozaik.

Pada proses persidangan, Majelis Komisi menilai bahwa tindakan Garuda Indonesia yang menunjuk keenam PPIU sebagai wholesaler tanpa melalui proses penunjukan yang dilakukan secara terbuka dan transparan, tidak didasarkan pada persyaratan dan pertimbangan yang jelas dan terukur, serta adanya inkonsistensi dalam rasionalitas penunjukan wholesaler, membuktikan adanya praktik diskriminasi Garuda Indonesia terhadap setidaknya 301 PPIU potensial dalam mendapatkan akses yang sama dalam hal pembukuan dan/atau pembelian tiket rute Middle East Area (MEA) milik Garuda Indonesia untuk tujuan umrah.

Garuda Indonesia sempat mengajukan perubahan perilaku pada September 2020 pada Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. Tetapi karena Garuda Indonesia tidak sepenuhnya melaksanakan pakta integritas perubahan perilaku yang diberikan, proses persidangan kembali dilanjutkan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kemampuan Garuda Indonesia

Garuda Indonesia meluncurkan livery khusus yang menampilkan visual masker pada bagian depan (hidung) pesawat Airbus A330-900 Neo yang merupakan livery masker pesawat pertama yang ada di Indonesia.

Pada pembacaan putusan hari ini, Majelis Komisi turut mempertimbangkan kemampuan Garuda Indonesia untuk membayar berdasarkan Laporan Keuangan Tahun 2018, Tahun 2019, dan Tahun 2020.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis Komisi menilai bahwa jika dikenakan tingkat denda tertentu, maka Garuda Indonesia berpotensi tidak dapat beroperasi pada kondisi keuangan tersebut.

Menimbang berbagai fakta, penilaian, analisa, dan kesimpulan di atas, Majelis Komisi menyatakan bahwa PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. terbukti melanggar pasal 19 huruf d UU No. 5/1999, dan menjatuhkan hukuman berupa denda administratif sebesar Rp 1 miliar. 

Denda tersebut wajib dilakukan pembayaran selambat-lambatnya 30 hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila terlambat melakukan pembayaran denda, Garuda Indonesia dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 2 persen per bulan dari nilai denda.

Denda keterlambatan pembayaran denda ini sejalan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya