Liputan6.com, Jakarta - Ditreskrimum Polda Metro Jaya membongkar toko yang menjual obat-obatan untuk terapi Covid-19 dengan harga sangat tinggi. Salah satu obat yang dimaksud yakni Oseltamivir.
Rujukan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus adalah Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Dalam Masa Pandemi Covid-19.
Advertisement
Yusri menyebut Oseltamivir 75 mg tergolong obat keras. Kemenkes RI telah mengatur harga per 1 kotak sekitar Rp 260 ribu sehingga jika 10 kotak menjadi Rp 2,6 juta. Namun, oleh N dan MPP dijual dikisaran harga Rp 8,4 juta sampai Rp 8,5 juta.
"Ada kenaikan sampai 4 kali lipat. Mereka tahu karena obat ini termasuk langka," kata dia di Polda Metro Jaya, Jumat (9/7/2021).
Yusri mengatakan, Ditreskrimum telah menetapkan kedua orang tersebut sebagai tersangka. Hasil pemeriksaan, N ternyata mendapatkan obat Oseltamivir dari MPP.
"Keterkaitan mereka MPP ini yang menjual obat ke N dengan harga 2x lipat setelah itu N menawarkan ke masyarakat melalui online," ujar dia.
Yusri menyebut kedua pelaku dijerat Pasal 107 Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan junto Pasal 29 Undang-Undang RI Nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen, serta Undang-Undang RI nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan nomor 11 tentang ITE.
"Ancaman paling lama 10 tahun penjara," ujar dia.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat memaparkan, setiap orang yang menjual obat harus mengantongi izin. Apalagi tergolong obat keras. Namun, kedua orang ini sama sekali tidak memiliki izin dan bahkan tidak mempunyai latar belakang pendidikan di bidang kesehatan.
Oleh mereka, obat-obat seperti Oseltamivir diborong dan kemudian dijual dengan harga yang berlipat-lipat ganda.
"Orang-orang ini membeli dengan jumlah yang banyak. Untuk apa? Untuk mencari keuntungan sampe 4 kali lipat," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Obat Jadi Langka
Tubagus mengatakan, akibat ulah mereka juga obat jenis Oseltamivir menjadi langka di pasaran. Bahkan, pasokan di apotek serta rumah sakit menipis.
"Tidak semata-mata hanya masalah harga, tapi dengan adanya orang-orang seperti ini mengakibatkan ketersediaan yang seharusnya ada di apotek, ada di rumah sakit dan di pabrik obat, sekarang tidak ada karena sudah diborong oleh mereka. Dibeli dan diperdagangkan dengan menaikan harga tinggi," ucap dia.
Tubagus menegaskan, cara-cara seperti ini harus segera diberangus. Tubagus berharap pemilik toko untuk lebih bijak dalam menyikapi pandemi Covid-19.
"Diharapkan yang lain berhenti, sayangi masyarakat kita yang sedang membutuhkan jangan mengambil keuntungan yang seharusnya ada jadi langka," tandas dia.
Advertisement