Melihat Kinerja Bukalapak di Tengah IPO

Pada 2020, total processing value (TPV) Bukalapak mencapai Rp 85 triliun. Hingga 31 Desember 2020, jumlah pengguna yang terdaftar sebanyak 104,9 juta.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 09 Jul 2021, 18:13 WIB
Presiden Direktur Bukalapak, Muhammad Rachmat Kaimuddin (Foto: Liputan6.com/Pipit Ika Ramadhani)

Liputan6.com, Jakarta - PT Bukalapak.com atau Bukalapak telah mengumumkan rencana untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selama 11 tahun perkembangannya, Bukalapak memiliki model bisnis yang sehat.

Pada 2020, total processing value (TPV) Bukalapak mencapai Rp 85 triliun. Hingga 31 Desember 2020, jumlah pengguna yang terdaftar sebanyak 104,9 juta.

Adapun dari TPV tersebut, sekitar 70 persen transaksi berasal dari kota-kota di luar wilayah tier 1. Hal ini tak lepas dari fokus Bukalapak dalam pemerataan ekonomi nasional. Bukalapak pun bertumbuh dengan performa finansial yang terus meningkat, strategi bisnis yang efektif, dan didukung oleh potensi pasar yang besar.

Dari 2018 hingga 2020, rata-rata tingkat pertumbuhan tahunan (compound annual growth rate/CAGR) pendapatan perseroan mencapai 115 persen. Pada 2020, Bukalapak memperbaiki posisi Ebitda, dari minus Rp 2,69 triliun jadi minus 1,67 triliun.

"Perbaikan lebih dari Rp 1 triliun," kata Presiden Direktur Bukalapak, Muhammad Rachmat Kaimuddin, Jumat (9/7/2021).

Merujuk laporan keuangan, Bukalapak terus mencatatkan pertumbuhan pendapatan. Dalam laporan tersebut, tercatat pendapatan bersih perseroan pada 2018 sebesar Rp 291,91 miliar. Kemudian meningkat pada tahun berikutnya menjadi Rp 1,08 triliun. Hingga pada akhir Desember 2020 tercatat sebesar Rp 1,35 triliun. Pendapatan pada tahun buku 2020 paling banyak berasal dari marketplace sebesar Rp 1,03 triliun.

Adapun segmen ini mencakup segala aktivitas yang ada di marketplace atas penyediaan jasa fitur, logistik, virtual product, fintech, pemasaran, Bukausaha, BukaMobil dan BukaMotor, dan jasa marketplace lainnya. Kemudian dari mitra Bukalapak Rp 198,83 miliar, dan sisanya sekitar Rp 120,95 miliar berasal dari BukaPengadaan.

Dari raihan itu, memang Bukalapak masih mencatatkan kerugian. Namun, seiring dengan kenaikan pendapatan, kerugian tersebut dapat ditekan. Dari semula Rp 2,8 triliun pada 2019, menjadi Rp 1,35 triliun pada 2020.

"Kami berusaha agar tren ini terus berlanjut. Sehingga kami dapat menjadi perusahaan yang menguntungkan dan berkelanjutan untuk masa depan,” kata Rachmat.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Layani Offline

Bukalapak.

Pada 2021, Bukalapak terus berkembang menjadi perusahaan teknologi yang tidak hanya memberikan manfaat bagi UMKM secara online, tapi juga melalui platform dan layanan offline.

Perseroan memiliki rekam jejak program online to offline (O2O) yang dikenal dengan nama Mitra Bukalapak, telah terbukti menunjukkan hasil yang bertumbuh secara signifikan. Segmen ini menjadi penymbang tersbesar kedua dari total pendapatan Bukalapak.

Berdasarkan riset Frost & Sullivan, Bukalapak merupakan platform e-commerce yang paling banyak memiliki jaringan mitra di Indonesia. Tahun lalu, sekitar 27 persen dari TPV Bukalapak berasal dari mitra.

Per akhir Desember 2020, jumlah mitra yang terdaftar sebanyak 6,9 juta dengan pertumbuhan penjualan per mitra setelah bergabung mencapai tiga kali lipat, berdasarkan estimasi internal perusahaan.

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya