Liputan6.com, Jakarta Transisi energi menjadi salah satu solusi dalam menjawab tantangan ketahanan dan kemandirian energi nasional. Kehadiran digitalisasi teknologi dan pemanfaatan energi bersih diyakini pemerintah sebagai salah satu faktor pendorong transisi energi terutama dalam menjaga stabilitas sistem kelistrikan dan mengakomodir peningkatan variabel energi bersih.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial mengungkapkan, digitalisasi teknologi dan modernisasi infrastruktur kelistrikan dapat dilakukan melalui pendekatan internet of things (loT) dengan memanfaatakan jaringan listrik cerdas (smart grid).
Advertisement
"Smart grid ini memungkinkan adanya komunikasi antara supply dan demand listrik," kata Ego mewakili Menteri ESDM Arifin Tasrif pada acara Ulang Tahun Ke-6 Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI) di Jakarta, Rabu (7/7).
Pengusaan teknologi dan Engineering Procurement Construction (EPC) jarinngan listrik, sambung Ego, menjadi infrastruktur utama dalam mengakomodasi volatilitas operasional Variable Renewable Energy (VRE).
"Kedua hal ini sudah dikuasi PJCI. Semoga (sumbangsih) ini mendorong keberhasilan transisi energi dan pengembangan smart grid di Indonesia," harapnya.
Ego menjelaskan, impelementasi smart grid telah masuk sebagai program dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 - 2024. Saat ini sudah terdapat lima lokasi pengembangan smart grid yang telah dilakukan di Sistem Jawa Bali, yaitu Advance Metering Infrastructure (AMI) untuk pelanggan PLN di Jakarta, Digital Substation Sepatan II, Digital Substation Teluk Naga II, Reliability Efficiency Optimization Center (REOC) pada sistem milik Indonesia Power, serta Remote Engineering, Monitoring, Diagnostic and Optimization Center (REMDOC) pada sistem milik PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB).
Kementerian ESDM merespon wacana Super Grid Nusantara, menghubungkan jaringan listrik antarpulau besar serta Papua, Maluku dan Nusa Tenggara, dinilai sebagai solusi potensial guna meningkatkan pengembangan energi terbarukan dengan tetap menjaga kestabilan dan keamanan sistem kelistrikan.
"Dengan adanya super grid memungkinkan setiap wilayah untuk mengimpor dan mengekspor pasokan listrik di saat adanya krisis kekurangan dan kelebihan energi berbasis EBT," ungkap Ego.
Dalam rangka meningkatkan investasi EBT, Ego mengatakan bahwa Pemerintah telah memberikan insentif fiskal dan non-fiskal seperti tax allowance, fasilitasi bea masuk, serta tax holiday.
"Kami terus berusaha untuk dapat memberikan bentuk-bentuk insentif dan instrumen keuangan baru dalam meningkatkan minat para investor," ujarnya.
Menurut Ego, untuk mencapai target-target dalam pembangunan EBT membutuhkan regulasi yang dapat memberikan kepastian dan keamanan berusaha. Pemerintah sendiri telah membuat Rancangan Peraturan Presiden terkait harga pembelian tenaga listrik EBT dan perbaikan peraturan Menteri ESDM terkait PLTS Atap, serta terus mendorong penyelesaian Rancangan Undang-Undang EBT.
(*)