Liputan6.com, Jakarta - Startup penyedia layanan belanja online untuk bahan makanan segar, Sayurbox, sedang menjalankan kampanye untuk mengurangi limbah dalam operasionalnya. Salah satunya dengan mendesain ulang kemasan untuk mengurangi limbah plastik.
Co-Founder dan CEO Sayurbox, Amanda Susanti, mengatakan perubahan desain kemasan Sayurbox agar bisa dimanfaatkan lebih lanjut oleh konsumen.
Advertisement
“Agar bisa dipakai lagi oleh keluarga untuk bermain, misalnya, ada boks mewarnai, ular tangga, menyusun rumah dan lainnya. Apalagi dalam kondisi serba dari rumah, jadi kita juga mendukung untuk aktivitas di rumah,” katanya dalam webinar virtual, Jumat (9/7/2021).
Dari tampilan yang diperlihatkan, itu seperti kotak kardus biasa dengan hiasan gambar sebagai panduan untuk dipotong dan digunakan lebih lanjut.
Dengan demikian, sampah yang dihasilkan dari operasional yang dijalankan oleh Sayurbox jadi lebih sedikit ketimbang operasional pada umumnya.
Langkah ini juga termasuk dalam upaya menekan jejak karbon atau carbon footprint dari sampah yang dihasilkan.
Menekan Jejak Karbon
Lebih lanjut, Amanda menerangkan terkait jejak karbon. Di operasional pada umumnya, dengan rantai distribusi yang panjang, menghasilkan jejak karbon dengan angka tinggi, berkisar 30 hingga 50 persen.
“Itu karena di berbagai titik, akan selalu timbul sampah sisa makanan. Hal ini yang sedang kami tekan,” katanya.
Sementara, untuk rantai distribusi yang dijalankan Sayurbox, Amanda mengklaim hanya menghasilkan 5 persen jejak karbon dari total bahan baku yang didistribusikan.
“Saat ini kami juga sedang berupaya untuk menekan jejak karbon dari 5 persen menjadi 2 persen di tahun ini,” tuturnya.
Itu termasuk dalam praktik mengurangi rantai distribusi. Dengan demikian, titik atau pos pemberhentian bahan baku jadi lebih singkat dan sampah yang dihasilkan pun lebih sedikit.
Advertisement
Memanfaatkan Seluruh Hasil
Faktor utama yang menambah jumlah sampah yakni bahan baku mentah yang tidak digunakan. Misalnya, buah-buahan atau sayuran dengan kualitas rendah pada distribusi yang umumnya tidak akan digunakan.
Sementara itu, di Sayurbox, seluruh hasil tani dari berbagai kategori dimanfaatkan. Mulai dari grade A hingga grade D.
“Kita ambil semuanya, dan dijual di aplikasi dalam kategori product imperfect,” ujar Amanda.
Ia menambahkan, upayanya tersebut berdasarkan pada konsumen yang suka terhadap transparansi. Selain itu, sebagai upaya mengurangi sampah makanan dan mampu didistribusikan ke konsumen.
Sebagai informasi, hingga saat ini Sayurbox telah bekerja sama dengan 1.000 petani sayur dan buah-buahan di kawasan Jawa Barat dan Jawa Timur.
Startup yang berdiri sejak 2017 ini juga didominasi oleh perempuan, dengan 57 persen karyawannya adalah perempuan, sementara sisanya adalah laki-laki.
(Rif/Isk)