Liputan6.com, Jakarta Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, kebutuhan oksigen medis melonjak seiring naiknya kasus COVID-19. Meski begitu, dia menilai kelangkaan stok oksigen di beberapa daerah lebih disebabkan rantai distribusi yang belum optimal.
Menurut Nadia, strategi pemerintah mengatasi hal tersebut adalah menambah pasokan oksigen serta mengupayakan agar penyaluran ke daerah-daerah yang kasusnya tinggi lebih dipercepat. Kapasitas produksi oksigen di Indonesia mencapai 866.000 ton/tahun dengan utilisasi produksi pertahunnya 638.900 ribu, dimana 75% digunakan untuk industri dan hanya 25% yang dipakai medis.
Advertisement
“Kami telah mendapatkan komitmen dari Kementerian Perindustrian agar konversi gas industri ke oksigen medis diberikan sampai dengan 90%,” ujar dr Nadia dalam keterangan pers, Jumat (9/7).
Simak Video Berikut Ini:
Kapasitas oksigen dimaksimalkan
Melalui konversi ini, dr Nadia menyebut, jumlah oksigen yang bisa didapatkan untuk memenuhi kebutuhan nasional mencapai 575.000 ton. Untuk saat ini, kapasitas oksigen yang ada akan dimaksimalkan di 7 Provinsi di Jawa-Bali karena meningkatnya kasus COVID-19 sebanyak 6-8 kali lipat.
Berdasarkan data Kemenkes, saat ini total kebutuhan oksigen untuk perawatan intensif dan isolasi pasien COVID-19 mencapai 1.928 ton/hari, sementara kapasitas yang tersedia ada 2.262 ton/hari. Dengan demikian, ditargetkan untuk wilayah Jawa-Bali bisa menyuplai oksigen sebanyak 2.262ton/hari.
Selain memenuhi kebutuhan oksigen melalui industri dalam negeri, pemerintah menerima bantuan dari pemerintah Singapura, Australia, dan RRT yang terdiri dari sarana dan prasarana kesehatan diantaranya ventilator, tabung oksigen kosong, oksigen konsentrator, dan lainnya.
Advertisement
Ketersediaan Obat
Nadia juga mengatakan, pemerintah menjamin ketersediaan obat terapi COVID-19 dan terus berkoordinasi dengan industri farmasi untuk meningkatkankapasitas produksinya. Pihaknya juga berkoordinasi rutin dengan industri farmasi dan jejaring distribusinya untuk memonitor ketersediaan obat yang diperlukan untuk penanganan COVID-19 sesuai dengan pedoman tatalaksana COVID-19 yang saat ini menggunakan edisi ke-3 yang diterbitkan pada Desember 2020.
“Dalam hal terjadi hambatan suplai impor dari luar negeri, Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Kementerian terkait untuk membantu penyelesaian hambatan suplai tersebut,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan ketersediaan obat terkait COVID-19 di industri farmasi dan pedagang besar per 9 Juli 2021 Favipiravir: 3,2 juta, Remdesivirinjeksi: 11 ribu, Oseltamivir: 157 ribu, Azitromisin oral: 2,4 juta, Azitromisin infus:163 ribu, Tocilizumab infus: 543, Intravenous Immunoglobulin: 7.000, dan Ivermectin: 237 ribu.
Menurutnya, ketersediaan obat-obatan untuk COVID-19 ini terus-menerus ditingkatkan dan ditambah produksinya untuk memastikan ketersediaannya di lapangan.
Sedangkan mengenai kenaikan harga obat, lanjut dr Nadia, Kementerian Kesehatan sudah mengkaji kondisi di lapangan dan telah menerbitkan SK Menkes No.HK.07.07/Menkes/4826/2021 untuk mengatur Harga Eceran Tertinggi (HET) obat dalam masa pandemi COVID-19.
“Marilah kita bersama saling berkolaborasi dan saling mendukung. Masyarakat juga jangan panik dengan melakukan pembelian secara berlebihan baik obat maupun sarana prasarana lainnya demi menjaga keseimbangan dan ketersediaan obat terutama bagi yang membutuhkan,” ujarnya.
Baca Juga
Infografis Krisis Pasokan Oksigen saat Lonjakan Kasus Covid-19
Advertisement