Curhat 'Mas Joko' Usai PPKM Diberlakukan di Palu: Kami Butuh Aturan Solutif

Pelaku usaha rumah makan di Kota Palu mengeluhkan aturan PPKM yang diterapkan yang dinilai belum adil antara pencegahan Covid-19 dengan kebutuhan ekonomi mereka.

oleh Heri Susanto diperbarui 11 Jul 2021, 00:00 WIB
Salah satu Warung Sari Laut atau 'Mas Joko' biasa warga Palu menyebutnya. Usaha mikro itu mengalami penurunan omset 70 persen selama pandemi dan pemberlakuan PPKM. (Foto: Heri Susanto/ Liputan6.com).

Liputan6.com, Palu - Pelaku usaha rumah makan di Kota Palu mengeluhkan aturan PPKM yang diterapkan yang dinilai belum adil antara pencegahan Covid-19 dengan kebutuhan ekonomi mereka.

Sejak PPKM diberlakukan di Kota Palu pada Februari 2021, pemilik usaha rumah makan menjadi yang paling terdampak lantaran mereka diharuskan menutup usahanya pukul 21.00 Wita.

Salah satunya para pemilik usaha Warung Sari Laut atau Warung ‘Mas Joko’ biasa warga Palu menyebut. Jika melanggar mereka terancam denda Rp2 juta.

Ketua Kerukunan Warung Sari Laut (KWSL) Kota Palu, Bino A Juwarno, mengungkapkan sejak PPKM Mikro dengan aturan pembatasan jam operasional usaha diberlakukan mayoritas pengusaha Warung Sari Laut mengalami penurunan omzet yang signifikan.

“Data kami ada 400-an pengusaha Warung Sari Laut di Kota Palu. Penurunan omsetnya rata-rata 70 persen. Padahal sebagian besar mereka masih mengontrak untuk tempat jualannya,” kata Juwarno di Palu, Jumat (9/7/2021).

Kerugian dirasa makin berat sebab di tengah situasi itu pemilik warung makan yang mengandalkan pembeli pada malam hari tersebut juga tetap menanggung gaji para pekerjanya.

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Pilihan Berikut Ini:


‘Layanan Bungkus’ Dinilai Jadi Aturan Solutif

Ketua Kerukunan Warung Sari Laut (KWSL) Kota Palu, Bino A Juwarno memberikan tanggapannya tentang dampak PPKM terhadap usaha Warung Sari Laut, Jumat (9/7/2021). (Foto: Heri Susanto/ Liputan6.com).

Celakanya kata Juwarno operasi yustisi selama ini hanya tegas pada keharusan menaati jam operasional dan belum mempertimbangkan kebutuhan ekonomi pelaku usaha kecil macam mereka.

“Bisa saja solusinya kami tetap dibolehkan berjualan di atas pukul 21.00 Wita tapi tidak melayani makan di tempat, hanya dibungkus,” Juwarno menuturkan.

Aturan seperti itu dinilai Juwarno lebih manusiawi dan adil sebab kerugian pemilik usaha bisa diminimalisasi dan protokol kesehatan juga tetap bisa dijalankan.

Juwarno berharap Satgas Covid-19 Kota Palu menjadikan keluhan mereka sebagai pertimbangan dalam operasi yustisi di masa PPKM Mikro agar upaya pencegahan pandemi tidak makin membuat pengusaha warung-warung kecil merugi.

“Kami juga paham operasi itu demi keselamatan dari Covid-19, tapi kalau aturannya tidak memberi solusi, dampak pandemi ini justru akan makin luas,” Juwarno memungkasi.

Operasi yustisi satgas Covid-19 Kota Palu sendiri sejak 6 Juli, 2021 makin intensif dilakukan dari sekali operasi menjadi 3 kali dalam sehari saat ini menyusul ibu kota Sulawesi Tengah itu yang masuk di antara 43 daerah yang wajib menerapkan pengetatan PPKM Mikro.

Hingga 7 Juli, 2021 berdasarkan catatan Satgas Covid-19 Palu sebanyak 14 pelaku usaha terkena denda masing-masing Rp2 juta lantaran melanggar aturan jam operasional dan protokol kesehatan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya