Liputan6.com, Jakarta Dr Lois Owien ditangkap polisi pada Senin, 12 Juli 2021. Sebelumnya, viral di media sosial terkait pernyataan kontroversial yang menganggap bahwa COVID-19 tidak nyata.
Tak hanya itu, dr Lois juga menyebut bahwa banyaknya kematian pasien COVID-19 bukan semata disebabkan oleh virus melainkan karena interaksi obat. Hingga berita ini turun, polisi belum merinci perihal penangkapan dokter Lois.
Advertisement
Berikut beberapa kicauan dr Lois yang kontroversial:
“Saya benar! Kematian di RS akibat interaksi antar obat! Kejadian berpuluh-puluh tahun. Cek daftar obat di RS. Hanya karena alat bilang (+) maka semua penyakit saat imun menurun disebut terpapar virus! Meyakini COVID-19 virus menular? Anda masuk jebakan setan!” tulisnya di akun Twitter @LsOwien dikutip Senin (12/7/2021).
“Cuma karena kurang vitamin dan mineral, lansia diperlakukan seperti penjahat? COVID-19 bukan virus dan tidak menular,” tambahnya.
Lois juga menyebut nama dokter seperti dr Tirta dan menganggapnya dilatih sebagai alat propaganda terkait pandemi COVID-19.
“Dunia ini sudah kehilangan Welas Asih. Menyiksa dan membunuh sesama lewat pandemi rekayasa ini. Nakes-nakes seperti dr. Tirta dilatih menjadi alat propaganda ketakutan dengan memuja alat setan yang seharusnya tidak pernah dibenarkan sebagai diagnosa utama!”
Simak Video Berikut Ini:
Terkait Vaksin, Prokes, dan IDI
Terkait vaksin, Lois memiliki pandangan bahwa vaksin COVID-19 dapat mempercepat kematian dan fungsi vaksin yang akan meningkatkan antibodi adalah bohong semata.
“Vaksin mempercepat kematian karena imunitas dibuat menurun drastis! Bohong kalau katanya antibody akan meningkat.”
Imbauan protokol kesehatan juga tak luput dari kicauan kontroversial Lois. Menurutnya, memperketat protokol kesehatan akan mempercepat kematian.
“Semakin ketat Prokes akan cepat mati! Pakai masker enggak kendor-kendor risiko ketangkep alat setan akan (+). Dipaksa isoman diberi obat beracun. Pandemi TOLOL!”
Selain berkicau terkait COVID-19, Lois juga mengomentari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan kata-kata kasar.
“IDI takut institusinya terbongkar. Jadi relawan di wisma atlet? Permintaan orang dungu yang tidak punya otak karena tidak bisa menilai fakta di depan mata karena hasil cuci otak! Pemahaman COVID-19 hanya dibukakan kepada orang-orang yang berhikmat. Tidak kepada manusia-manusia serakah dan egois!”
Advertisement
COVID-19 Menurut WHO
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) telah menjelaskan bahwa COVID-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus corona yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China.
Sebagian besar orang yang terinfeksi virus Corona akan mengalami penyakit pernapasan ringan hingga sedang dan sembuh tanpa memerlukan perawatan khusus.
Orang yang lebih tua, dan mereka yang memiliki masalah medis mendasar seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis, dan kanker lebih mungkin mengembangkan penyakit serius.
Cara terbaik untuk mencegah dan memperlambat penularan adalah dengan mendapat informasi yang baik tentang virus corona penyebab COVID-19 atau SARS-Cov-2, gejala yang timbul, dan cara penyebarannya. Perlindungan diri dari infeksi dapat dilakukan dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir sesering mungkin dan tidak menyentuh wajah.
Virus Corona menyebar terutama melalui tetesan air liur atau keluarnya cairan dari hidung ketika orang yang terinfeksi batuk atau bersin, jadi penting juga mempraktikkan etika pernapasan (misalnya, dengan batuk ke siku yang tertekuk).
Hingga 9 Juli 2021 kasus konfirmasi positif COVID-19 di dunia mencapai 185.291.530. Per tanggal yang sama, virus ini telah merenggut 4.010.834 nyawa.
Tanggapan Ahli
Berbagai kicauan kontroversial Lois mendapat tanggapan dari berbagai ahli salah satunya Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Zullies Ikawati.
Menurut Zullies, interaksi obat adalah proses yang terjadi karena adanya pengaruh suatu obat terhadap efek obat lain ketika digunakan bersama-sama pada pasien.
Sebelumnya, dr Lois menyatakan bahwa interaksi obat menjadi penyebab banyaknya kematian pasien COVID-19 akhir-akhir ini. Menurut Zullies interaksi obat tidak selamanya merugikan, tapi dalam beberapa kasus tertentu dapat menguntungkan terutama bagi pasien yang memang membutuhkan lebih dari satu obat.
Bagi pasien COVID-19, interaksi obat juga mungkin terjadi. Mengingat COVID-19 memang penyakit yang unik di mana kondisi satu pasien dengan yang lain dapat sangat bervariasi.
Pada pasien yang bergejala sedang sampai berat, misalnya, dapat terjadi peradangan paru, gangguan pembekuan darah, gangguan pencernaan, dan lain-lain.
"Karena itu, sangat mungkin diperlukan beberapa macam obat untuk mengatasi berbagai gangguan tersebut, di samping obat antivirus dan vitamin-vitamin. Justru jika tidak mendapatkan obat yang sesuai, dapat memperburuk kondisi dan menyebabkan kematian," kata Zullies kepada Health Liputan6.com melalui pernyataan tertulis pada Minggu, 11 Juli 2021.
"Dalam hal ini, dokter akan mempertimbangkan manfaat dan risikonya dan memilihkan obat yang terbaik untuk pasiennya. Tidak ada dokter yang ingin pasiennya meninggal dengan obat-obat yang diberikannya," pungkasnya.
Advertisement