Pemerintah Diminta Fokus Percepat Riset Vaksin Merah Putih dari pada Berlakukan Vaksinasi Berbayar

Mulyanto melihat, pemerintah terkesan melakukan pembiaran terhadap riset vaksin inovasi domestik untuk berjalan tanpa genjotan.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 12 Jul 2021, 20:41 WIB
Seorang wanita menerima suntikan vaksin Sinovac saat vaksinasi massal virus corona COVID-19 untuk umum di Patriot Candrabhaga Sadium, Bekasi, Jawa Barat, Senin (14/6/2021). Peminat vaksinasi COVID-19 di Stadion Patriot Candrabagha sangat tinggi. (AP Photo/Achmad Ibrahim)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua FPKS DPR RI Mulyanto menyarakan, ketimbang berjualan vaksin Sinopharm melalui Kimia Farma, sebaiknya Pemerintah fokus mempercepat riset dan produksi vaksin Merah Putih.

Diketahui, vaksin tersebut adalah buatan anak negeri yang tengah dikembangkan Konsorsium Riset Covid di bawah koordinasi BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional).

"Percepatan fokus ini dapat menjadi instrumen mencapai herd immunity masyarakat. Pemerintah jangan terlalu mengandalkan vaksin impor," kata Mulyanto dalam keterangan tertulis diterima, Senin (12/7/2021).

Mulyanto melihat, pemerintah terkesan melakukan pembiaran terhadap riset vaksin inovasi domestik untuk berjalan tanpa genjotan. Menurut Anggota Komisi VII DPR ini, hal itu berbeda dengan sikap sikap pemerintah terhadap vaksin impor.  

"Padahal penggunaan vaksin Merah Putih sangat penting sebagai upaya untuk membangun keunggulan SDM dan kemampuan inovasi domestik. Dengan demikian Indonesia tidak tergantung pada vaksin impor dan sekedar menjadi pasar bisnis vaksin semata," jelas dia.  

Mulyanto berharap, jika fokus percepatan terhadap Vaksin Merah Putih dapat lebih ditingkatkan, maka pemerintah tidak habis anggaran terhadap vaksin impor.

"Sayang anggaran dari utang yang terbatas ini terkuras habis untuk membeli puluhan juta vaksin impor," kata Mulyanto menandasi.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Efisiensi Anggaran

Menurut catatan Mulyanto, dana untuk riset vaksin di LBM Eijkman tidak lebih dari Rp 10 M. Angka itu jauh dari memadai, terlebih jika dibandingkan dengan dana untuk impor vaksin yang ratusan triliun rupiah.

Dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan Konsorsium Riset Covid-19, bahwa produksi Vaksin Merah Putih mengalami kemundura. Hal itu disebabkan karena BUMN Bio Farma tidak siap jika vaksin tersebut didasarkan pada protein rekombinan mamalia.  

Fasilitas produksi BUMN Bio Farma hanya siap kalau vaksin yang dikembangkan berbasis protein rekombinan ragi (yeast). 

Karenanya LBM Eijkman harus banting setir mulai dari nol lagi untuk mengembangkan riset vaksin berbasis ragi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya