Liputan6.com, Havana - Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Senin (12/7) menyuarakan dukungan untuk para pengunjuk rasa di Kuba, sehari setelah ribuan orang turun ke jalan dalam demonstrasi anti-pemerintah.
"Kami mendukung rakyat Kuba dan seruan mereka untuk kebebasan dan bantuan dari cengkeraman tragis pandemi serta penindasan dan penderitaan ekonomi yang mereka alami oleh rezim otoriter Kuba," kata Biden dalam sebuah pernyataan.
Advertisement
"Amerika Serikat menyerukan kepada rezim Kuba untuk mendengarkan rakyat dan melayani kebutuhan mereka pada momen penting ini daripada memperkaya diri sendiri," tambahnya, demikian dikutip dari laman nbcnews, Selasa (13/7/2021).
Kuba menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dasawarsa sebagian karena pandemi COVID-19 yang membuat pariwisata -- salah satu pendorong terbesar ekonomi negara kepulauan itu -- terhenti.
Kuba telah menghadapi kekurangan makanan dan obat-obatan dan telah berjuang untuk mendapatkan pasokan dasar.
Negara kepulauan itu berada di bawah embargo ekonomi yang diberlakukan oleh Amerika Serikat pada tahun 1960.
Biden berkomitmen selama kampanyenya untuk presiden untuk membalikkan kebijakan era Trump.
Ia mengatakan bahwa pendekatan Trump "tidak melakukan apa pun untuk memajukan demokrasi dan hak asasi manusia; sebaliknya, tindakan keras terhadap orang Kuba semakin memburuk di bawah Trump, tidak lebih baik."
Sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki pada Senin (12/7) mengatakan bahwa pemerintah sedang memantau protes dengan cermat tetapi tidak memberikan indikasi bahwa presiden sedang mempertimbangkan perubahan kebijakan.
Pelaku Protes Ditangkap
Puluhan orang ditangkap di Kuba setelah ribuan warga bergabung dengan protes terbesar selama beberapa dekade melawan pemerintah komunis di negara tersebut.
Salah satu pengunjuk rasa pada hari Minggu, bernama Alejandro, mengatakan kepada BBC Mundo: "Tidak ada makanan, tidak ada obat-obatan, tidak ada kebebasan. Mereka tidak membiarkan kita hidup."
Para pengunjuk rasa meneriakkan "kebebasan" dan "jatuhkan kediktatoran" dalam demonstrasi di Kuba, termasuk ibu kota Havana.
"Kami tidak takut. Kami menginginkan perubahan, kami tidak menginginkan kediktatoran lagi," kata seorang pengunjuk rasa yang tidak disebutkan namanya di San Antonio kepada BBC.
Para pengunjuk rasa anti-pemerintah ditangkap oleh pasukan keamanan yang dibantu oleh petugas berpakaian preman. Gambar di media sosial menunjukkan apa yang tampak seperti pasukan keamanan menahan, memukul dan menyemprotkan merica ke beberapa pengunjuk rasa.
Ada laporan tentang pemadaman jaringan internet di seluruh kawasan dan seorang fotografer Associated Press terluka setelah konfrontasi dengan pasukan keamanan.
Menanggapi kerusuhan yang jarang terjadi, Presiden Miguel Díaz-Canel berbicara kepada warga Kuba dalam siaran TV dan menyalahkan AS atas kekacauan tersebut.
Dia menyebut sanksi ketat terhadap Kuba yang telah diberlakukan dalam berbagai bentuk sejak 1962, sebagai "penyebab mati dan lemasnya ekonomi".
Mr Díaz-Canel mengatakan, para pengunjuk rasa adalah tentara bayaran yang disewa oleh AS untuk mengacaukan negara.
Mereka juga menyerukan para pendukungnya untuk keluar dan membela revolusi. Mengacu pada pemberontakan 1959 yang mengantarkan Komunis ke pemerintahan Kuba.
Advertisement