Liputan6.com, Jakarta Lembaga Arus Survei Indonesia (ASI) bekerjasama dengan SocioMap Indonesia merilis hasil survei pakar/public opinion makers. ASI menyebut para pakar menilai pasangan ideal capres-cawapres 2024 terdiri dari pihak yang memiliki latar belakang sebagai kepala daerah dan kalangan berasal dari partai politik.
Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia (ASI), Ali Rif’an menerangkan, sebanyak 26,3 persen pakar menganggap pasangan berlatar belakang kepala daerah dengan kalangan parpol merupakan pasangan yang cocok dijagokan dalam pilpres 2024.
Advertisement
"Para pakar/public opinion makers menilai komposisi ideal capres-cawapres 2024 mendatang ialah kepala daerah-partai politik (26,3 persen), kepala daerah-akademisi teknokrat (23,3 persen), dan partai politik-akademisi teknokrat (11,3 persen)," kata Ali dalam keterangan tulis, Selasa (13/7/2021).
Sementara itu, terkait latar belakang Presiden RI 2024 mendatang, para pakar/public opinion makers menilai bahwa klaster kepala daerah mendominasi opini mereka soal sosok Presiden 2024, yakni sebanyak 49,6 persen. Kemudian diikuti akademisi teknokrat (16,2 persen), partai politik (15,0 persen), dan TNI (6,3 persen).
"Usia ideal Presiden RI 2024 mendatang adalah direntang usia 51-60 tahun. Hal ini terkonfirmasi dalam temuan survei bahwa rentang usia 51-60 tahun dinilai paling ideal (49,4 persen), berikutnya ialah usia 41-50 tahun (45,8 persen)," ujar Ali.
Ali mengatakan, menurut penilaian pakar/public opinion makers, aspek karakter dan integritas (35,6 persen), visi dan intelektualitas (24,2 persen), dan track record/rekam jejak (18,2 persen) merupakan aspek yang paling penting dan harus dimiliki oleh seorang Presiden RI 2024.
"Adapun mengenai jumlah pasangan calon presiden 2024, mayoritas pakar/public opinion makers menginginkan bahwa Pilpres 2024 mendatang diikuti oleh tiga pasangan calon (63,2 persen)," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Libatkan Pakar dan Profesional
Survei ini dilaksanakan pada 2 – 10 Juli 2021 dengan melibatkan 130 pakar/public opinion makers dan menggunakan metode purposive sampling, yakni sampling diambil tidak secara acak dan sesuai dengan jumlah sampel yang telah ditetapkan.
Selain itu, riset ini juga menggunakan metode uji kelayakan figur melalui tiga tingkatan; 1) uji kelayakan figur melalui meta-analisis: pemberitaan media, hasil riset, komparasi statistik elektabilitas hasil-hasil survei dan literatur-literatur lainya yang berkaitan; 2) selanjutnya dilakukan focus group discussion (FGD) untuk menganalisis lebih jauh nama-nama yang didapatkan dari hasil meta-analisis; 3) kemudian penilaian masing-masing figur terseleksi dilakukan oleh para pakar/public opinion makers.
Jumlah juri penilai dalam riset ini adalah 130 pakar/public opinion makers yang terdiri dari 10 kategori, yakni akedemisi, jurnalis, pengamat/peneliti, partai politik, ormas/LSM, pengusaha, aktivis mahasiswa, budayawan, kalangan profesional, dan praktisi pemerintahan. Sementara itu, pengukuran kualitas personal para figur dalam riset ini dibatasi hanya pada 9 (sembilan) aspek atau indikator, di antaranya adalah:
1) visi & intelektualitas; 2) track record/rekam jejak; 3) karakter & integritas; 4) skill komunikasi; 5) kemampuan mengambil keputusan tepat; 6) skill mengelola birokrasi; 7) skill mengelola krisis; 8) kemampuan memenuhi janji; 9) kemampuan kerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
Advertisement