Liputan6.com, Yogyakarta - Motif batik yang beragam ternyata tidak bisa dipakai sembarangan di Keraton Yogyakarta. Motif batik dipercaya memancarkan aura sesuai dengan makna yang dikandungnya.
Dikutip dari berbagai sumber, ada empat motif batik yang tidak bisa dipakai sembarangan di lingkungan Keraton Yogyakarta
Motif Batik Parang
Motif batik parang konon merupakan motif batik tertua yang sudah ada sejak zaman Keraton Mataram. Awalnya, motif parang diciptakan oleh Panembahan Senopati atau Sultan Agung.
Baca Juga
Advertisement
Motif ini terinspirasi oleh gerak ombak laut selatan yang menerpa karang. Motif batik parang berbetuk diagonal melambangkan kekuasaan, kebesaran dan kewibawaan, sehingga hanya boleh dikenakan oleh raja dan keturunannya saja.
Motif batik parang ada berbagai macam, ada yang berukuran besar dan berukuran kecil. Motif batik parang barong lah yang hanya boleh dikenakan oleh raja.
Motif Batik Kawung
Motif batik kawung juga dilarang digunakan secara sembarangan. Motif batik kawung merupakan pola geometris dengan empat bentuk elips yang mengelilingi satu pusat.
Motif batik kawung melambangkan kesederhanaan seorang raja yang senantiasa mengutamakan kesejahteraan rakyatnya. Bagan seperti ini dikenal dalam budaya Jawa sebagai keblat papat lima pancer. Hal ini juga dimaknai sebagai empat sumber tenaga alam atau empat penjuru mata angin.
Oleh karena itu, motif batik ini dikhususkan bagi keluarga bangsawan dan para pejabat keraton.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Hanya untuk Raja dan Putra Mahkota
Motif Batik Huk
Motif batik huk terdiri dari motif kerang, binatang, tumbuhan, cakra, burung, sawat (sayap), dan garuda. Motif kerang bermakna kelapangan hati, binatang menggambarkan watak sentosa, tumbuhan melambangkan kemakmuran, sedangkan sawat ketabahan hati.
Motif ini dipakai sebagai simbol pemimpin yang berbudi luhur, berwibawa, cerdas, mampu memberi kemakmuran, serta selalu tabah dalam menjalankan pemerintahannya. Motif batik huk hanya boleh digunakan raja dan putra mahkota.
Motif Batik Semen
Motif batik larangan lainnya adalah semen yang berkonotasi "semi" atau "tumbuh". Motif semen memiliki makna kesuburan, kemakmuran, dan alam semesta.
Dalam motif semen terdapat gambar lain berupa gunung atau meru, garuda, sayap, candi, dan naga. Pemakai motif semen diharapkan dapat menjadi pemimpin yang mampu melindungi bawahannya. Bukan hanya saat berkunjung ke Keraton Yogyakarta, larangan penggunaan motif-motif batik tersebut juga berlaku saat berkunjung ke makam raja di Imogiri, Kabupaten Bantul.
Penulis: Tifani
Advertisement