Pembelajaran Jarak Jauh di Bukittinggi Sumbar Tak Buat Kemampuan Siswa Turun

Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar) tak menyebabkan penurunan yang signifikan kemampuan belajar anak.

oleh Yopi Makdori diperbarui 14 Jul 2021, 18:06 WIB
Seorang siswi memperhatikan ponsel saat belajar secara daring di Jakarta, Rabu (4/11/2020). Federasi Serikat Guru Indonesia merekomendasikan sejumlah usulan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengubah sistem Pembelajaran Jarak Jauh. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Research on Improving System of Education (RISE) Delbert Lim menyebut, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar) tak menyebabkan penurunan yang signifikan kemampuan belajar anak.

RISE sendiri merupakan program riset kerja sama Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Balitbang dan Perbukuan, Kemendikbudristek) dengan The SMERU Research Institute.

Menurut Delbert Lim, hal tersebut dikarenakan mayoritas siswa di Bukittinggi didampingi orangtua selama belajar dari rumah, bahkan sebelum pandemi berlangsung.

"Sementara untuk orangtua yang tidak mendampingi anaknya, 30 persen mengatakan karena mereka tidak memiliki kemampuan mendampingi. Keterlibatan orang tua punya andil besar mengurangi dampak penutupan sekolah akibat pandemi," ujar Delbert dalam keterangan tulis, Rabu (14/7/2021).

Dia kemudian mengatakan, mayoritas siswa juga menunjukkan peningkatan hasil pembelajaran keseluruhan selama pandemi.

Delbert menegaskan, tidak ada perbedaan dalam skala peningkatan antara siswa dengan latar belakang pendidikan orangtua yang berbeda.

"Namun, hasil pembelajaran siswa dengan orangtua yang berpendidikan lebih rendah tetap di bawah siswa dengan orang tua berpendidikan tinggi," kata Delbert.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Dampak Zonasi Sekolah

ilustrasi belajar daring | pexels.com/@julia-m-cameron

Sementara itu Peneliti RISE Goldy Fariz Dharmawan mengungkapkan, hasil penelitian RISE terkait dampak kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi di Kota Yogyakarta.

Gody mengatakan, kebijakan sistem zonasi sekolah sukses memperbanyak anak dari keluarga miskin untuk mengakses sekolah negeri.

"Kebijakan zonasi berhasil memasukkan lebih banyak anak dari keluarga ekonomi rendah ke sekolah negeri. Tapi, satuan pendidikan perlu didukung agar guru dapat mengajar siswa yang kemampuannya beragam," saran Goldy.

Goldy membeber, secara umum capaian angkatan zonasi lebih rendah dibandingkan pra-zonasi. Guru tidak terbiasa mengajar siswa yang kemampuannya beragam. Sekolah negeri menerima anak dengan nilai lebih rendah, tetapi bisa menahan penurunan capaian belajar.

Di sisi lain, sekolah swasta menerima anak dengan nilai lebih tinggi, tapi sulit mendorong peningkatan capaian belajar.

Ia menyimpulkan, kebijakan zonasi menunjukkan adanya pertukaran antara kualitas pembelajaran dan kesetaraan akses pendidikan berkualitas. Goldy juga menyebut bahwa sebaran sekolah negeri di Yogyakarta tidak merata.

"Dari penelitian, ternyata hanya sebagian sekolah yang mampu beradaptasi dengan perubahan karakteristik siswa pasca kebijakan zonasi," tutur Goldy.

 


Dinas Pendidikan Menanggapi

Sejumalah paketan CD pembelajaran secara daring yang berhasil dikumpulkan sebagai barang bukti dugaan jual beli paksa paketan tersebut di Kemenag Tasikmalaya, Jawa Barat. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kota Yogyakarta Budi S Asrori mengatakan, pihaknya tetap berusaha menyeimbangkan antara kebutuhan anak-anak agar dapat sekolah di tempat yang lebih dekat rumah, dan mengakomodasi anak-anak berprestasi untuk sekolah di tempat yang diinginkan.

"Kami berupaya agar PPDB mendorong prestasi siswa," ungkap Budi.

Disampaikan Budi, daya tampung SMP di Yogyakarta sangat mencukupi, yaitu sembilan ribu kursi jenjang SMP, di mana total lulusan SD Negeri dan Swasta kurang lebih 7.500 siswa.

"Tapi, kapasitas SMP Negeri tidak bisa lebih dari 47 persen. Jadi, bagaimanapun, tidak semua anak bisa ditampung di sekolah negeri. Namun, kami terus berusaha menjaga kualitas sekolah swasta," ucap Budi.

Budi menjelaskan dampak PPDB yang dilaksanakan sejak 2018 hingga saat ini, ada penurunan capaian nilai siswa akibat pandemi.

Ia juga mengakui, tidak semua materi pelajaran dapat diajarkan secara jarak jauh. Pihaknya menemukan maksimal hanya 70 persen materi yang dapat disampaikan.

"Dalam PJJ, ada penurunan capaian nilai sekalipun kurikulum yang diajarkan adalah kurikulum disederhanakan. Daya serap anak-anak menurun, untuk SMP hanya 47,11 persen dan SD hanya 42 persen," kata Budi.

Sebagai informasi, sejak Agustus 2018, RISE melakukan studi bersama Pemerintah Kota Yogyakarta yang melibatkan 46 sekolah menengah pertama (SMP) negeri dan swasta, dengan tujuan mengetahui dampak PPDB Zonasi terhadap karakteristik peserta didik yang diterima di sekolah serta pembelajaran di kelas. Kebijakan zonasi di Yogyakarta menerima siswa yang tinggal dekat SMP Negeri di Kota Yogyakarta.


Target Belajar Tatap Muka Juli 2021, Siapkah?

Infografis Target Belajar Tatap Muka Juli 2021, Siapkah? (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya