Bukan Italia, Timnas Inggris Kini Punya Musuh Bersama Usai Gagal Rebut Euro 2020

Para pemain Timnas Inggris ramai-ramai memeranginya lewat berbagai cara.

oleh Marco Tampubolon diperbarui 14 Jul 2021, 17:30 WIB
Reaksi para pemain Inggris usai kalah dari Italia lewat adu penalti pada pertandingan final Euro 2020 di Stadion Wembley, London, Inggris, Minggu (11/7/2021). Italia menang 3-2 lewat adu penalti usai bermain imbang 1-1 di waktu normal. (Laurence Griffiths/Pool via AP)

Liputan6.com, Jakarta Dongeng timnas Inggris di Euro 2020 / 2021 tidak berakhir indah. Penantian selama 55 tahun untuk kembali ke final turnamen besar berujung sia-sia. Bermain di kandang sendiri yang terkenal keramat, yakni Stadion Wembley, Three Lions yang lapar gelar gagal melewati adangan tim tangguh Italia. 

Sempat memimpin lewat gol Luke Shaw pada menit ke-2, trofi yang nyaris dalam genggaman kembali menjauh ketika Leonardo Bonucci menyamakan kedudukan pada menit ke-67. SKor ini bertahan hingga laga norma usai dan tak kunjung berubah ketika babak perpanjangan waktu berakhir. 

Tidak ada pilihan, pertandingan terpaksa dilanjutkan lewat cara yang menjengkelkan, adu penalti. Dan celaka bagi Three Lions, Dewi Fortuna yang menemani mereka sejak babak penyisihan tiba-tiba menghilang. Tiga penendang mereka, yakni Jadon Sancho, Marcus Rashford, dan Bukayo Saka gagal. 

Italia pun menutup pertandingan dengan skor 3-2 dan keluar sebagai juara Euro 2020 / 2021. 

Publik Wembley terluka melihat kegagalan ini. Mereka menangis menyaksikan akhir tragis Tiga Singa. Jalan-jalan juga berwajah murung. Malam itu, sepak bola ternyata belum kembali ke rumahnya. 

 

 

Saksikan juga video menarik di bawah ini


Musuh Bersama

Bukayo Saka, Jadon Sancho, dan Marcus Rashford menjadi korban rasialisme online setelah gagal mengeksekusi tendangan penalti untuk Timnas Inggris di final Euro 2020. (AFP/Frank Augstein)

Namun tidak hanya air mata yang tumpah melihat kegagalan timnas Inggris. Caci-maki juga menyasar para pemain yang dianggap sebagai biang keladi kekalahan. Akun media sosial, Bayou Saka yang menjadi penendang terakhir langsung dibanjiri hujatan yang mengarah kepada pelecehan rasial. 

Dia diserang hingga ke warna kulitnya. Aksi yang sama juga menyasar Marcus Rashford. Mural bergambar dirinya di Withington mengalami vandalisme dengan tulisan-tulisan bernada rasial. 

Menghadapi serangan ini, para pemain Timnas Inggris tidak tinggal diam. Mereka kembali bersatu untuk menyingkirkan rasisme dari sepak bola Inggris. Kapten Timnas Inggris, Harry Kane juga ikut dalam orkestra perlawanan. "Mereka yang tampil memukau sepanjang musim panas ini punya keberanian untuk maju mengmbil tendangan penalti saat tekanan sangat tinggi," katanya. 

"Mereka layak mendapat dukungan dan perlindungan, bukan penghinaan rasial seperti yang mereka terima sejak kemarin malam. Jika Anda melakukan itu di media sosial, Anda bukan fans Inggris dan kami tidak menginginkanmu," tegas Harry Kane lewat akun media sosialnya baru-baru ini. 

Penghinaan rasial ternyata tidak hanya menimpa para pemain Inggris yang gagal menuntaskan tugasnya sebagai algojo penalti di final Euro 2020. Tyrone Mings yang tidak bermain semenit pun pada ajang ini juga tidak luput dari aksi memalukan itu. Dia juga mengalami penghinaan rasial. 

 


Pesan Rashford

Reaksi pemain Inggris Marcus Rashford setelah gagal mengeksekusi tendangan penalti saat adu penalti melawan Inggris dalam pertandingan final Euro 2020 di Stadion Wembley, London, Senin, 12 Juli 2021. (Andy Rain/Pool Photo via AP)

Selain Kane, Rashford juga ikut mengobarkan 'perang' terhadap rasisme di sepak bola Inggris.

"Saya dapat menerima kritik atas penampilan saya sepanjang hari, penalti saya tidak cukup baik, seharusnya masuk tetapi saya tidak akan pernah meminta maaf atas siapa saya dan dari mana saya berasal. Saya tidak merasakan momen yang lebih membanggakan daripada mengenakan ketiganya. Singa di dadaku dan melihat keluargaku menyemangatiku di antara 10 ribu orang," kata Rashford dalam surat terbuka permintaan maafnya kepada publik Inggris usai Euro 2020 / 2021.

"Saya memimpikan hari-hari seperti ini. Pesan yang saya terima hari ini sangat luar biasa dan melihat tanggapan di Withington membuat saya hampir menangis. Komunitas yang selalu merangkul saya, terus mendukung saya. "Saya Marcus Rashford, pria kulit hitam berusia 23 tahun dari Withington dan Wythenshawe, Manchester Selatan. Jika saya tidak punya apa-apa lagi, saya memilikinya. Untuk semua pesan yang baik, terima kasih. Saya akan kembali lebih kuat. kembali lebih kuat," tutup Rashford.

 


Banjir Dukungan

Orang-orang menempatkan pesan dukungan di mural Marcus Rashford yang dirusak di Withington, Manchester (12/7/2021). PM Inggris Boris Johnson mengutuk pelecehan rasis kepada tiga pemain Black England yang gagal mengeksekusi penalti melawan Italia di final Euro 2020. (Peter Byrne/PA via AP)

Para pemain timnas Inggris ternyata tidak berjuang sendiri. Mereka juga mendapat dukungan dari berbagai pihak. Di depan mural Rashford di Withinhgton, Selasa (13/7/2021), ribuan orang berkumpul untuk menyuarakan anti-rasialisme. Mereka berunjuk rasa menuntut kesetaraan warna kulit.

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, juga langsung mengecam penghinaan yang dialami pemain Inggris. "Mereka layak diperlakukan sebagai pahlawan, bukannya mendapat hujatan rasial," kata Johnson lewatn Twitter-nya. "Mereka yang melakukan hal seperti itu harusnya malu," tambahnya.

Kekalahan di final Euro 2020 / 2021 memang menyisakan rasa sakit yang sulit diobati bagi timnas dan publik Inggris. Namun kini waktunya mereka bersatu padu melawan musuh yang lebib besar, yakni rasismen. Let's kick racism out of football.   

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya