Liputan6.com, Jakarta Kinerja pasar modal syariah Indonesia melambat. Hal ini terjadi bersamaan dengan adanya pandemi Covid-19. Perlambatan industri pasar modal syariah terjadi khususnya pada saham syariah dan reksa dana syariah.
Wakil Presiden (Wapres), Ma'ruf Amin menjelaskan, mengutip data dari OJK, market share saham syariah mencapai 47 persen dengan jumlah dengan 457 saham syariah. Untuk kapitalisasi pasar saham syariah di angka Rp 3.336 triliun.
Advertisement
Sedangkan market share reksa dana syariah baru 7,1 persen dengan 291 reksa dana syariah. Untuk nilai aktiva bersih di angka Rp 38 triliun.
Untuk Sukuk Negara, market share terhadap obligasi negara sebesar 18 persen. Sementara, market share Sukuk korporasi terhadap obligasi 7,2 persen.
"Situasi ini diperlukan suatu inovasi bersama, yang dapat berperan sebagai katalisator perluasan market yang lebih inklusif dan berkesinambungan," ujarnya dalam konferensi internasional dengan tema utama The Future of Islamic Capital Market: Opportunities, Challenges, and Way Forward, Kamis (15/7).
Industri pasar modal syariah punya peran penting untuk sumber pendanaan dan juga investasi bagi masyarakat. Oleh karenanya, Wapres melihat dua tantangan utama yang harus dihadapi dalam upaya pengembangan dan perluasan pasar ke depan.
Pertama pengembangan dan perluasan pasar bisa dilakukan melalui peningkatan literasi dan edukasi kepada masyarakat, korporasi, dan investor potensial.
Kedua juga bisa dilakukan melalui sosialisasi kepada masyarakat khususnya kepada generasi milenial dan generasi -Z (i-Generation) yang mudah dipahami, dapat menarik minat, dan relevan dengan kondisi kekinian.
Hal tersebut pun sejalan dengan Roadmap Pasar Modal Syariah Tahun 2020-2024 yang menitikberatkan kepada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Upaya peningkatan sumber daya manusia tersebut dilakukan melalui peningkatan literasi dan inklusi masyarakat tentang pasar modal syariah serta peningkatan kompetensi aspek syariah para pelaku pasar.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
OJK: Investor Aktif Pasar Modal Syariah di Indonesia Baru 24,7 Persen
Sebelumnya, Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sarjito mengatakan, jumlah investor saham syariah di Indonesia masih rendah. Untuk investor aktifnya saja hanya 24,7 persen, dan rasio investor syariah dari total investor sebesar 4,1 persen saja.
“Dari data-data yang yang ada, jumlah investor saham syariah ini memang masih sangat kecil. Coba bayangkan bahwa investor aktif 24,7 persen dan rasio investor syariah dibandingkan dari total investor 4,1 persen,” kata Sarjito dalam webinar Menggenjot Akselerasi Keuangan Syariah di Kalangan Milenial, Jumat (25/6/2021).
Menurut dia, kecilnya angka investor syariah dikarenakan tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah masih rendah. Sehingga diperlukan dorongan dari pemerintah agar tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia meningkat.
Berdasarkan survei Nasional Keuangan Indonesia tahun 2019 yang dilakukan OJK menunjukkan tingkat literasi keuangan syariah masih rendah hanya di kisaran 8,93 persen. Sedangkan inklusi keuangan syariah di angka 9,10 persen. Dengan kata lain hanya 9 dari 100 orang dewasa Indonesia yang mengenal produk keuangan syariah dengan baik.
Kendati begitu, hal menariknya kapitalisasi pasar saham syariah dinilai tumbuh dengan konsisten. Dalam kalkulasi OJK, memang masih banyak saham-saham yang belum masuk kategori Syariah. Tetapi seiring berjalannya waktu, dia menegaskan perkembangan saham Syariah akan terus tumbuh.
“Dari hasil asesmen dan fakta-fakta juga menyebutkan bahwa saham-saham yang berbasis Syariah itu juga lebih resilient dibandingkan dengan saham-saham yang tidak berbasis Syariah,” imbuhnya.
Advertisement
Sukuk Ritel
Di sisi lain, Dia menambahkan, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, investor Sukuk Ritel 014 Syariah di Indonesia memang didominasi oleh generasi milenia berusia 19-39 tahun sebesar 36,40 persen.
Kemudian di urutan kedua oleh generasi X berusia 40-54 tahun sebesar 34,75 persen. Lalu, generasi baby boomers rentang usia 55-73 tahun 25,86 persen. Selanjutnya, generasi tradisionalis 74-91 tahun sebesar 2,06 persen, dan generasi Z usia kurang dari 19 tahun jumlahnya sekitar 0,93 persen.
“Sukuk retail rupanya dari data jelas ini bahwa generasi milenial itu paling dominan 36,40 persen walaupun masih berdekatan dengan generasi X yang umur 40 sampai 54 tahun emang lebih senior biasanya lebih kaya sebesar 34,75 persen, tetapi rupanya sekarang sudah bergeser pada generasi milenial,” pungkasnya.