Liputan6.com, Jakarta Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengaku sedih mendengar vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor. Menurut Edhy, vonis tersebut tak sesuai dengan fakta persidangan.
"Saya sedih hasil ini tidak sesuai dengan fakta persidangan. Tapi ya ini lah proses peradilan di kita, saya akan terus melakukan prosesnya," ujar Edhy di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (15/7/2021)
Advertisement
Edhy yang mendengarkan vonis secara daring dari Gedung KPK ini menyatakan belum menentukan sikap lanjutan. Edhy meminta waktu untuk berpikir apakah mengajukan banding atau menerima vonis.
"Ya saya mau pikir-pikir. Kasih saya waktu berpikir. Terima kasih," kata Edhy.
Diberitakan, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman penjara selama 5 tahun denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Edhy Prabowo divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap terkait izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bening lobster (BBL) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama," ujar Hakim Ketua Albertus Usada di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (15/7/2021).
Selain pidana penjara dan denda, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.447.219 dan USD 77 ribu dikurangi dengan uang yang sudah dikembalikan.
Hakim menyebut, uang pengganti wajib dibayar dalam jangka waktu satu bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, harta benda Edhy akan disita dan dilelang oleh jaksa penuntut umum untuk menutupi kekurangan kewajiban uang pengganti.
Namun jika harta benda Edhy tak mencukupi, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun penjara.
Hakim juga memutuskan mencabut hak politik Edhy untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah selesai menjalani masa pidana pokok.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pertimbangan Majelis Hakim
Dalam menjatuhkan vonisnya, majelis hakim mempertimbangkan sejumlah hal. Untuk hal yang memberatkan vonis yakni Edhy Prabowo dianggap tak mendukung program pemerintah yang tengah giat dalam memberantas tindak pidana korupsi kolusi dan nepotisme.
Edhy juga dinilai menciderai kepercayaan masyarakat lantaran telah berperilaku koruptif. Uang hasil suap yang diterima Edhy juga sudah digunakan untuk kepentingan pribadi Edhy.
Hal yang meringankan yakni Edhy dianggap berlaku sopan di persidangan, belum pernah dihukum, sudah mengembalikan uang hasil suap, dan asetnya telah disita untuk pemulihan hasil korupsi.
Vonis ini tak jauh berbeda dengan tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK. Penuntut umum pada KPK sebelumnya menuntut Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Edhy Prabowo. Jaksa meyakini Edhy menerima suap Rp 25,7 miliar.
Uang itu diberikan kepada Edhy untuk mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bening lobster atau benur kepada PT DPPP dan para eksportir benur lainnya.
Selain pidana penjara dan denda, jaksa juga menuntut hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.447.219 dan USD 77 ribu dikurangi dengan uang yang sudah dikembalikan.
Jaksa juga menuntut agar majelis hakim mencabut hak Edhy untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun setelah selesai menjalani masa pidana pokok.
Advertisement