Liputan6.com, Jakarta - Menjadi obat tradisonal asli Indonesia, herbal menjadi kekayaan yang harus selalu dilestarikan. Melihat hal ini PT Indofarma Tbk (INAF) menilai, herbal bisa menjadi solusi ketergantungan bahan baku obat yang sampai saat ini 90 persen impor.
Direktur Utama Indofarma, Arief Pramuhanto menyampaikan, industri herbal di Indonesia seharusnya bisa dimanfaatkan secara optimal mengingat kekayaan yang dimiliki belum terkelola dengan baik.
Advertisement
"Seharusnya industri fitofarmaka kita perbanyak, supply bahan baku ini semestinya lebih aman karena menggunakan bahan yang ada di alam Indonesia. Ini akan lebih dikenal dengan obat modern asli Indonesia (Omai)," kata Arief, Kamis (15/7/2021).
Ia menyebut China telah mengoptimalkan sumber daya alamnya terkait obat tradisional. Tak hanya itu, pasien yang sakit di sana akan ditawarkan dua alternatif, yaitu pengobatan barat atau Traditional Chinese Medicine (TCM).
"Dikelola dengan baik, TCM itu punya rumah sakit khusus. Kemudian punya dokter juga yang khusus. Jadi ini merupakan satu bukti bahwa obat tradisional memiliki peluang besar dan berjalan secara paralel dengan pengobatan barat," ujarnya.
Untuk herbal di Indonesia terdapat beberapa tingkatan, yang pertama yakni jamu. Produk ini dibuat berdasarkan pembuktian empiris dan uji mutu produk jadi.
Selanjutnya obat herbal terstandar yang sudah diuji secara klinis dan memiliki pembuktian pra klinis serta uji mutu produk jadi. Yang tertinggi ialah fitofarmaka. Khusus tingkatan ini, obat sudah melewati dan memiliki pembuktian pra-klinik dan klinik, uji mutu serta bahan baku dan produk terstandar.
"Saat ini pengembangan herbal, hampir 90 persen ada di jamu, beberapa obat herbal terstandar. Kalau fitofarmaka mungkin masih sedikit bahkan terhitung jari. Jadi ini tantangan buat kita karena salah satu cara mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku obat dari luar ialah menggunakan herbal,” tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
90 Persen Bahan Baku Obat Masih Impor
Sebelumnya, memenuhi kebutuhan obat dalam negeri, PT Indofarma Tbk (INAF) mengaku, 97 persen kebutuhan obat telah diproduksi di Indonesia. Meski demikian, 90 persen bahan baku masih harus diekspor.
"Dari 1.809 obat yang ada di katalog hanya 56 obat saja yang belum diproduksi dalam negeri jadi sebagian besar itu sudah diproduksi di dalam negeri. Walaupun bahan baku 90 persenan masih impor dari luar," kata Direktur Utama PT Indofarma Tbk Arief Pramuhanto secara virtual.
Sedangkan untuk alat kesehatan, Arief mengaku, hanya 31 persen yang telah berhasil di buat di Indonesia. Karena itu, pihaknya tengah fokus memperluas produksi alat kesehatan di dalam negeri.
"Alat kesehatan ini baru 31 persen yang diproduksi dalam negeri, sisanya impor. kita harus mengurangi subtitusi impor dulu sehingga ketergantungan impor bisa dikurangi," ujarnya.
Pandemi yang terjadi secara global diakui Arief menjadi peluang bagi bisnis kesehatan. Ia mengakui adanya peningkatan yang cukup tinggi terhadap beberapa obat dan vitamin.
"Obat yang berkaitan dengan Covid-19 memang mengalami peningkatan. Sedangkan yang enggak ada hubungannya dengan Covid-19 turun," tuturnya.
Selain vitamin, kebutuhan masyarakat akan vaksin juga akan membuat komponen ini mengalami peningkatan. Terlebih pada kuartal dua dan tiga 2021.
"Nomor satu itu vitamin. Di kuartal I 2021, vaksin mengalami kenaikan. Kemungkinan besar bertambah naik nanti di kuartal II, lalu kuartal III. Vitamin juga memiliki peluang yang masih besar, karena konsumsi masyarakat juga masih besar," ujarnya.
Advertisement