Liputan6.com, Jakarta Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut pelanggar Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarat atau PPKM Darurat tak bisa dipenjara. Sebab, pelanggar PPKM tak bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan.
"Ya (pelanggar tidak bisa dipidana) karena istilah yang digunakan itu PPKM, bukan karantina. Jadi menurut hukum pidana, para pelanggar tidak bisa dikenakan UU Karantina," ujar Fickar saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat (16/7/2021).
Advertisement
Pada dasarnya, lanjut dia, PPKM Darurat serupa dengan karantina wilayah. Hanya saja, menurut Fickar, pemerintah enggan menggunakan istilah karantina dan memilih menggunakan istilah PSBB dan PPKM.
"PPKM itu sebenarnya karantina wilayah, tetapi pemerintah tidak mau menggunakan istilah itu karena jika istilah karantina yang digunakan berdasarkan UU Nomor 6/2018 tentang Karantina Wilayah, maka mengandung konsekuensi pemerintah harus menanggung seluruh kebutuhan dasar masyarakat, karena itu digunakan istilah PPKM," kata Fickar.
Dia menilai, untuk PPKM Darurat ini, tidak jelas regulasinya. Sanksi yang diberikan kepada mereka yang tak patuh pun tak dijelaskan secara rinci.
"Tidak jelas apa sanksinya bagi pelanggar. Kalau melanggar UU Karantina Kesehatan jelas bagi nahkoda, penerbang, dan pengemudi yang melanggar ancamannya maksimal 10 tahun dan/atau denda maksimal Rp 15 miliar. Bagi perorangan ancamannya 1 tahun denda Rp 100 juta," kata Fickar.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sanksi Denda
Senada dengan Fickar, Pakar Hukum Pidana Universitas Parahyangan Agustinus Pohan menyebut pelanggar PPKM Darurat tak semestinya dipidana. Menurut dia, jika memang diperlukan sanksi bagi mereka yang tak patuh, lebih baik dikenakan sanksi yang ringan.
"Sanksi tidak perlu terlalu berat. Pidana badan akan memberatkan beban negara, sanksi finansial seperti denda akan memberatkan masyarakat. Yang diperlukan adalah penerapan sanksi yang konsisten," ujar Agustinus.
Dia menilai sanksi denda lebih baik bagi mereka yang melanggar ketimbang sanksi pidana. Namun besaran denda yang harus dikenakan kepada pelanggar harus memperhatikan ekonomi pelanggar.
"Denda merupakan sanksi yang lebih baik, besarannya perlu memperhatikan kemampuan pelanggar. Sekali lagi, yang terpenting diterapkan atau ditegakkan secara konsisten," kata Agustinus.
Advertisement