Liputan6.com, Jakarta Orang tua pasti sering memuji anak-anaknya jika dia telah berhasil melakukan sesuatu yang membanggakan.
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa memuji seorang anak dapat memberikan manfaat kepada mereka. Akan tetapi, manfaat itu bergantung bagaimana pujian yang diberikan.
Advertisement
Pujian dapat membangkitkan harga diri dan kebanggaan, meskipun dengan cara sederhana. Namun, pujian secara berlebihan mengenai bakat atau hasil dari sang anak cenderung akan memberikan efek negatif, seperti pujian ‘Kamu sangat tampan!’ atau ‘Kerja bagus!’.
Dalam contoh tersebut, reaksi singkat dan berlebihan seperti itu yang dapat menyebabkan anak-anak hanya fokus pada hal-hal yang dapat membahayakan harga diri mereka.
Mereka mungkin akan merasakan kecemasan ketika kinerjanya tidak baik. Selain itu, mereka juga beranggapan bahwa ketika memiliki wajah yang tampan, mereka akan lebih dihargai.
Kemudian yang terjadi sang anak akan serba takut ambil tindakan untuk memilih tampilan, cenderung ingin berpenampilan sempurna.
Oleh karena itu, para orang tua sebaiknya tidak harus memuji sang anak dengan cara seperti itu. Dikutip dari CNBC, Minggu (17/7/2021), ada cara lain yang bisa Anda lakukan sebagai orang tua dalam memberikan pujian kepada anak.
1. Puji prosesnya
Ketika Anda memuji prosesnya, misalnya ketika sang anak berusaha keras mengerjakan tugas matematika, di samping memang itu usahanya sendiri atau memang berbakat dalam pelajaran tersebut, anak-anak mungkin mengembangkan sikap positifnya dalam menghadapi tantangan di masa depan. Oleh karena itu, dia berusaha keras untuk menyelesaikan.
Pada 1990-an, Carol S. Dweck, seorang profesor psikologi di Stanford’s Graduate School of Education, mempelajari efek dari jenis pujian ini.
Dalam satu percobaan, sekelompok anak diberi tahu bahwa mereka berhasil karena mereka pintar, sedangkan kelompok lain diberi tahu bahwa mereka berhasil karena telah bekerja sangat keras untuk menyelesaikannya.
Dari percobaan tersebut, Dweck menemukan bahwa memuji sebuah proses yang dilakukan sang anak akan membuat mereka lebih merasa percaya diri. Bahkan mereka tidak takut untuk melakukan kesalahan dalam bekerja karena pasti akan memperbaikinya.
2. Jangan membandingkan
Hal yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang tua adalah membandingkan anaknya sendiri dengan anak orang lain. Mungkin maksudnya baik, tetapi cara ini kurang tepat dilakukan.
Sang anak akan merasa bersaing dengan anak lainnya. Terjebak dalam lingkaran persaingan seperti ini adalah hal yang tidak sehat. Perbandingan sosial dapat mengajarkan anak untuk mengukur kesuksesan berdasarkan hasil orang lain.
Bahkan menurut sebuah penelitian, memberikan pujian sekaligus membandingkan dapat menumbuhkan narsisme, sikap cari perhatian, dan kurangnya nilai kerja sama tim.
Untuk mengatasi hal ini, sebaiknya bandingkan sang anak dengan masa lalunya, bukan dengan orang lain. Hal seperti ini dinilai akan membantu sang anak menjadi lebih baik karena dia bisa belajar dari pengalamannya.
3. Gunakan kalimat yang baik
Alih-alih mengatakan ‘Bagus sekali!’ dalam memuji karya anak, mungkin lebih baik Anda mengatakan bagaimana Anda tertarik dengan karya yang dibuatnya.
Misalnya Anda ceritakan bagaimana menyukai warna yang mereka pilih untuk mewarnai atau membuatnya bercerita kenapa memilih warna tersebut. Inilah yang juga disebut sebagai pujian dalam sebuah proses.
Cara sederhana seperti ini dapat membuat sang anak merasa bangga terhadap dirinya sendiri. Mereka akan bangga karena hasil kerja kerasnya tidak sia-sia. Selain itu, akan membuatnya lebih bersemangat lagi untuk menghadapi hal-hal yang lebih menantang lainnya.
Terakhir, penting pula untuk menciptakan lingkungan yang aman serta emosional yang terkontrol. Jika sang anak gagal dalam pekerjaanya, jangan suruh mereka untuk bekerja lebih keras lagi.
Sebaiknya tanyakan langsung kepada mereka apa yang menurutnya dapat dilakukan untuk meningkatkan pekerjaannya sehingga dapat menyelesaikannya dengan baik.
Anak-anak membutuhkan orang tua bukan hanya ketika mereka telah berhasil melakukan sesuatu dengan baik, tetapi ketika mereka merasa gagal atau tidak mampu berjuang, mereka akan membutuhkan sosok orang tua tersebut.
Reporter: Aprilia Wahyu Melati
Advertisement