INDEF: Kinerja Sektor Penopang Ekonomi Masih Rendah

Peneliti INDEF Media Wahyudi Askar juga turut menyoroti inkonsistensi kebijakan selama PPKM Darurat dijalankan.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Jul 2021, 19:30 WIB
Kondisi arus lalu lintas di Tol Jagorawi, Kampung Rambutan, Jakarta, Senin (5/7/2021). Ruas Tol Jagorawi tetap terpantau padat saat jam sibuk meski dalam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Peneliti Institute Development of Economics and Finance (INDEF) Media Wahyudi Askar menilai sektor esensial yang diharapkan mampu menopang ekonomi masih memilki kinerja yang lemah. Diantaranya adalah sektor di bawah Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pertanian.

Menurut data yang ditampilkannya, Kemenhub baru menggunakan dana 28 persen dana yang diterimanya dari APBN pada semester I dan 41,2 persen penggunaan di semester II. Sementara Kementan baru menggunakan 25 persen anggaran di semester I dan 42,5 persen anggaran di semester II.

“Kemenhub dan kementan realisasinya kecil untuk membantu masyarakat,” katanya dalam sesi diskusi bertajuk PPKM Darurat, Ekonomi Melambat secara virtual, Jumat (16/7/2021).

Lebih lanjut ia mengatakan kalau masyarakat tidak bisa bergantung pada skema peningkatan ekonomi yang dikeluarkan oleh birokrasi. Selain dua kementerian yang juta realisasi belanjanya dipandang lambat, realisasi belanja daerah juga dipandang melambat.

“Daerah bingung alokasi belanja kemana aja. [Sektor] perpajakan masih jauh dari harapan. Ini saatnya untuk orang kaya untuk ikut membantu. Kita gak bisa bergantung pada skema birokrasi, artinya semua masyarakat harus membantu dan pemerintah perlu bergerak cepat,” tegasnya.

Lebih lanjut Media juga menyoroti beberapa poin inkonsistensi kebijakan pemerintah yang diterapkan selama PPKM Darurat. Sedikitnya ada delapan poin yang jadi perhatiannya.

Pertama, tentang regulasi PPKM Darurat, ia menilai tidak ada kejelasan tentang berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pembatasan, sektor apa saja yang dikategorikan sebagai esensial, hingga wilayah mana saja yang perlu dilakukan pengetatan.

Kedua, terkait kebijakan ekonomi, penyerapan angarran yang rendah, inkonsistensi terkait skema penyaluran hingga adanya indikasi uang sengaja ditahan oleh pemerintah daerah. Ketiga, kerap adanya salah paham, kerap terjadi pengambil kebijakan bersilang pendapat soal sektor ekonomi yang bisa dibuka. Misalnya, terkait wacana pembukaan sektor pariwisata pada awal pandemi lalu.

Keempat, terkait data science, terkait siapa yang seharusnya berkomentar soal obat, data Covid-19, dan pola penyebaran varian delta yang dikatakan tidak terkendali. Kelima, vaksinasi yang distribusinya dipandau semrawut, pengambilan keputusan yang cukup lama dan berubah-ubah.

Keenam, terkait target penerima bantuan sosial, bagaimana cara penyaluraannya dan dikoordinasikan oleh otoritas pusat atau daerah. Ketujuh, terkait layanan kesehatan, tentang ketersediaan oksigen yang langka, dan kondisi RS yang overwhelmed.

Terakhir, sektor perpajakan, tentang adanya wacana kenaikan PPN dan capaian pajak orang kaya yang masih rendah.

“Pemerintah perlu lebih tegas dan bergerak cepat,” katanya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Rekomendasi

8 Gerbang Tol Jakarta-Cikampek disekat untuk mengendalikan mobilitas masyarakat selama periode PPKM Darurat Jawa-Bali. (Foto: PT Jasa Marga)

Guna mengatasi kelemahan inkonsistensi kebijakan tersebut, Media menyarankan hal yang perlu dilakukan pemerintah. Mendukung layanan kesehatan, pemerintah perlu menyediakan shelter, memastikan ketersediaan oksigen, dan memerhatikan tenaga kesehatan.

Lalu, meningkatkan penyerapan anggaran dan menyetop anggaran yang tidak esensial saat ini, misalnya alutsista, infrastruktur skala besar, insentif pejabat dan petinggi BUMN. Kemudian, memastikan kebijakan yang jelas dalam menghadapi potensi lonjakan mobilitas saat Idul Adha.

Selanjutnya, perpanjangan masa PPKM Darurat perlu berdasarkan pada scientific evidence. Adanya peningkatan kualitas dalam distribusi vaksin ke sentra-sentra vaksinasi yang tersedia. Penyaluran bansos sesuai dengan kondisi wilayah target bansos.

Melakukan pembatasan mobilitas masyarakat, terutama pembatasan  orang masuk Indonesia, dan melakukan langkah pencegahan penyebaran virus varian delta ke daerah pedesaan dan luar Jawa. Serta, peningkatan serapan pajak orang kaya dan penguatan regulasi terkait CSR.

Menjawab keresahan tersebut, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19, Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan PPKM Darurat akan disetop ketika telah mencapai beberapa aspek berikut. Yakni, rasio testing perlu mencapai 1/1000 penduduk per minggu harus terpenuhi.

Kemudian, tracing target kontak erat minimal 15 orang per kasus konfirmasi diidentifikasi dalam 72 jam. Lalu, Bed Occupancy Rate perlu ditekan jadi dibawah 60 persen ketersediaan dengan meningkatkan jumlah ruang rawat pasien dengan gejala berat.

Mengacu data yang ditampilkan olehnya, ada delapan provinsi yang kapasitas keterisian tempat tidur di rumah sakitnya diatas 80 persen. Sementara itu, baru ada 13 provinsi yang tingkat keterisian tempat tidurnya dibawah 60 persen.

Dalam mengantisipasi lonjakan kedepannya, ia menaruh target untuk melakukan tes dengan tiga kali lipat dari yang dilakukan saat ini. Surveilans orang bergejala dari pintu-ke-pintu dengan pemanfaatan swab antigen atau swab PCR.

Konversi tempat tiur 30-40 persen dari total kapasitas RS dan pemenuhan suplai yang dibutuhkan. Mengerahkan tenaga cadangan, seperti dokter magang, koas, dan mahasiswa tingkat akhir. Pengetatan masuk rumah sakit, dengan beberapa syarat, termasuk saturasi oksigen dibawan 95 persen.

“meningkatkan pemantauan isolasi mandiri dengan pemanfaatan telemedicine. Serta alokasi vaksin lebih dari 50 persen di daerah dengan kasus dan mobilitas tinggi, dan program vaksinasi dilakukan oleh TNI/Polri dan pemerintah daerah,” tambahnya.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya