Liputan6.com, Jakarta - Praktisi Pendidikan Indra Charismiadji meminta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim untuk mengubah cara pandangnya terhadap dampak buruk dari Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), terutama pembelajaran daring.
Selama ini Mantan Bos Gojek Indonesia itu selalu beranggapan bahwa pembelajaran daring memicu learning loss dalam pendidikan Tanah Air. Karena itu ia kerap mendorong agar sekolah segera menggelar Pembelajaran Tatap Muka (PTM) demi meminimalisir dampak learning loss imbas pandemi Covid-19.
Advertisement
"Jadi seharusnya yang kita dorong bukan fix mindset tapi growth mindset. Untuk bagaimana perlahan masyarakat pendidik percaya kalau pendidikan digital itu dibuat bermanfaat, mengubah apa yang disebut learning loss jadi learning gate," ucap Indra dalam sebuah webinar, Jumat (16/7/2021).
Padahal menurut sebuah studi menunjukkan bahwa pembelajaran tanpa adanya tatap muka hasil belajarnya bisa lebih baik daripada sekolah konvensional.
"Padahal almamaternya Mendikbud, Harvard (Harvard University) punya kajian dari tahun 2009 yang dipublikasikan tahun 2014 menunjukkan kalau sekolah virtual di sekolah yang tidak ada tatap mukanya sama sekali itu hasil belajarnya bisa lebih baik daripada sekolah yang tradisional, sekolah yang harus tatap muka," ujar dia.
Indra mengatakan, pembelajaran daring bukan lantas hanya menggunakan platform digital kemudian para mengajarnya tetap monoton. Menurut dia metode pengajaran konvensional seperti di kelas kurang relevan dipakai dalam pembelajaran digital atau PJJ. Ia menamainya sebagai pedagogi digital.
Perubahan ke arah sana, kata Indra, bukan tanpa ongkos. Ada yang perlu disiapkan secara bersamaan. Pertama adalah infrastruktur, kedua adalah infostruktur, dan yang ketiga adalah infokultur.
"Ini enggak bisa ditinggalkan satu bagian. Jadi tiga-tiganya harus disiapkan bersama-sama," kata dia.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Mestinya Bantuan dalam Bentuk Wi-Fi
Belajar dan bekerja di era digital, kata Indra alatnya adalah gawai. Kemudian akses internet. Menurutnya internet bukan melulu dipakai bagi telepon pintar saja. Ia menyayangkan kebijakan Kemendikbudristek beberapa waktu lalu soal bantuan kuota. Mestinya bantuan itu dalam bentuk Wi-Fi karena dianggap lebih hemat.
"Sayangnya di Kemendikbud itu yang didorong adalah orang belajar pakai HP. karena yang dikasihnya adalah bantuan kuota padahal kalau tadi kita bicara, kalau setiap orang katakan punya gawai masing-masing kemudian diisi 1 bulan Rp 100 ribu, ada lima gawai sudah 500 ribu. Padahal kalau pakai Wi-Fi bisa 300 ribu 24 jam untuk berapa device," ujarnya.
Ia mendorong agar rumah-rumah bisa menggunakan Wi-Fi. Karena lebih murah, lebih cepat dan bisa digunakan 24 jam. Termasuk untuk di sekolah.
"Kita bisa membangun untuk komunitas, jadi tidak harus setiap rumah satu, tapi dalam kompleks bisa diatur. Jadi infrastruktur ini sangat penting, kita harus paham perbedaannya dengan model dulu sehingga pelaksanaannya lebih lancar," terangnya.
Advertisement