Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) menyematkan notasi 'M' pada enam saham perusahaan tercatat atau emiten. Adapun notasi ini mengindikasikan adanya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Dilansir dari keterbukaan informasi BEI, enam emiten tersebut antara lain PT Pan Brothers Tbk (PBRX), PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), PT Pelangi Indah Canindo Tbk (PICO), PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP), PT Pollux Properti Indonesia Tbk (POLL), dan PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES).
Advertisement
Dari enam emiten itu, lima di antaranya telah masuk dalam daftar pemantauan khusus Bursa, kecuali ACES. Analis Senior CSA Research Institute, Reza Priyambada menilai, kondisi ini dapat disebabkan banyak hal. Misalnya, karena kondisi pandemi COVID-19 yang berimbas pada kinerja Perseroan. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam cash flow.
Selain itu, juga bisa disebabkan kesalahan dalam pengaturan cash flow hingga pengelolaan Good Corporate Governance (GCG) yang kurang baik.
"Kita berharap jangan sampai ada yang bertambah ya untuk PKPU-nya. Karena bisa jadi preseden kurang baik bagi emiten-emiten lainnya," kata Reza kepada Liputan6.com, Senin (19/7/2021).
Namun begitu, Reza cukup mengerti, jika pada sisa paruh kedua tahun ini jumlah Perseroan yang terkena PKPU bertambah. Lantaran situasi pandemi yang masih berlangsung saat ini juga turut menggerus kinerja sejumlah emiten. Umumnya emiten yang pendapatan utamanya dari pergerakan atau mobilitas masyarakat.
"Kalaupun ada yang terkena PKPU di semester kedua, saya rasa cukup wajar mengingat kondisi bisnis yang sedang kurang baik. Kecuali kalau emitennya memiliki alternatif pendapatan lain di luar pendapatan utama. Sehingga dapat membantu meningkatkan cash flow dan pendapatannya,” pungkas Reza.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Daftar Efek dalam Pemantauan Khusus
Sebelumnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan 17 emiten masuk daftar efek bersifat ekuitas yang diperdagangkan dalam pemantauan khusus.
Direktur Pengembangan BEI, Hasan Fawzi mengatakan, pada penerapan awal daftar efek bersifat ekuitas yang diperdagangkan dalam pemantauan khusus ini ada tujuh dari 11 kriteria yang dipakai untuk seleksi saham. Hal ini sesuai dengan Peraturan Nomor II-S tentang perdagangan efek bersifat ekuitas dalam pemantauan khusus.
Untuk kriteria pertama, laporan keuangan auditan terakhir mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat atau opini disclaimer.
Kedua, tidak membukukan pendapatan atau tidak terdapat perubahan pendapatan jika dibandingkan dengan laporan keuangan yang disampaikan sebelumnya.
Ketiga, untuk perusahaan minerba atau merupakan induk perusahaan yang memiliki Perusahaan Terkendali yang bergerak di bidang minerba namun belum sampai tahapan penjualan, pada akhir tahun buku ke-4 sejak tercatat di Bursa belum memperoleh pendapatan dari kegiatan usaha utama (core business).
Keempat, dalam kondisi dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) atau dimohonkan pailit. Kelima, memiliki anak perusahaan yang kontribusi pendapatannya material bagi Perusahaan Tercatat dan anak perusahaan tersebut dalam kondisi dimohonkan PKPU atau dimohonkan pailit.
Keenam, dikenakan penghentian sementara perdagangan Efek selama lebih dari satu hari Bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan. Ketujuh, kondisi lain yang ditetapkan oleh Bursa setelah memperoleh persetujuan atau perintah dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Sebagai informasi kepada investor dan stakeholders lainnya, saham yang masuk ke dalam Daftar Efek dalam Pemantauan Khusus saat ini, akan disematkan notasi khusus ‘X’,” kata Hasan.
Hasan menuturkan, penerapan Daftar Efek Bersifat Ekuitas yang Diperdagangkan dalam Pemantauan Khusus dapat meningkatkan transparansi atas kondisi fundamental dan likuiditas perusahaan tercatat.
Selain itu, penerapan ini juga akan memberikan perlindungan lebih kepada investor, serta memastikan perdagangan berjalan wajar, teratur, dan efisien.
Advertisement