Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dinilai memerlukan sokongan dari berbagai pihak, terutama dari komunitas untuk bersama-sama mengatasi dampak pandemi Covid-19.
Menurut Sosiolog dari Universitas Indonesia Imam Prasodjo, secara makro, bangsa yang sangat besar dengan aneka keragaman seperti Indonesia, idealnya memiliki komunitas yang terfragmentasi dalam keberagaman dan memiliki katangguhan.
Advertisement
"Harapannya masing-masing komunitas memiliki kesadaran dan ketangguhan yang sama dalam mengatasi virus (Covid-19) ini," kata Imam Prasodjo dalam webinar Alinea Forum bertema "Memperkuat PPKM Darurat Berbasis Komunitas", Senin 19 Juli 2021.
Ketangguhan komunitas dalam mengatasi Covid-19 setidaknya dapat diukur melalui tiga hal. Yaitu tingkat disiplin menjalankan protokol kesehatan, kesiapan vaksinasi untuk perlindungan masyarakat, dan ketangguhan tubuh dalam membangun imunitas.
Karena itu, dia mengusulkan agar pemerintah mengubah narasi dalam proses mengatasi Covid-19. Dari narasi ini tugas pemerintah menjadi tugas seluruh elemen bangsa untuk menyelesaikan persoalan pandemi. Jangan seolah-olah menuntaskan pandemi ini menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Karena pemerintah memiliki keterbatasan, baik anggaran maupun sumber daya manusia.
Ia menyebut sejumlah komunitas yang bisa diberdayakan, seperti komunitas pedagang, komunitas masjid hingga komunitas pemuda. Ketangguhan semua komunitas ini harus dibangkitkan. Jangan semata-mata bergantung pada petugas formal.
Misalnya, kata dia, ada pedagang tidak bisa berjualan karena kebijakan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat, maka yang lain membantu agar pedagang itu bisa bertahan.
"Pemerintah itu bagian dari bangsa. Begitu juga masyarakat. Sukses tidaknya bertahan dalam pandemi covid-19 ini bukan karena pemerintah, tetapi tugas semua elemen bangsa," ucap dia.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Urusan Bangsa
Sementara Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tardmizi menyebutkan, penyelesaian pandemi adalah urusan bangsa, bukan hanya pemerintah.
"Pemerintah tidak akan kuat menyelesaikan sendiri karena isu dari pandemi Covid-19 salah satunya dari perilaku. Makanya pergerakan komunitas menjadi kunci mengoptimalkan mengurangi positif Covid-19," ucap dia.
Dia menyebutkan, banyak hal yang bisa dilakukan komunitas dalam situasi saat ini. Misalnya, membantu menyiapkan berbagai kebutuhan pasien Covid-19 yang sedang isolasi mandiri.
Bagaimanapun juga, jelas Siti Nadia, pemerintah tidak akan sanggup mengubah dengan cepat sarana dan prasarana kesehatan untuk memberikan pelayanan yang diharapkan. Makanya membutuhkan bantuan komunitas untuk membantu memenuhi kebutuhan pasien Covid-29 yang tidak bergejala ketika isolasi mandiri.
Kebijakan PPKM darurat, jelas Nadia, bertujuan menurunkan mobilitas. Artinya mengurangi interaksi atau kontak sosial. Pada minggu ini, jelas dia, penurunan mobilitas belum sampai 50%. Di tempat perbelanjaan penurunan baru 20%, tempat kerja baru 40%, sedangkan pada transportasi umum sudah di atas 50%.
Potret riil ketangguhan komunitas bisa dilihat di wilayah RW 05 Griya Caraka Bandung, Jawa Barat. Wilayah ini boleh dibilang berhasil mengelola mobilitas warga dan menangani pandemi Covid-19 secara mandiri lewat gotong royong warganya.
Ketua RW Griya Caraka Bandung Sonny Budi Laksono mengatakan, warga di wilayahnya rerata level menengah. Mereka memiliki jiwa sosial dan empati yang tinggi. Keguyuban itu juga tecermin dari ritual keagamaan, baik salat jamaah maupun bersilaturahmi.
Berangkat dari modal jiwa sosial dan keagamaan yang erat, kata dia, segala kegiatan sosial di sana mudah dilaksanakan.
“Inilah jiwa dan modal sosial, sehingga kegiatan sosial apapun insya Allah berjalan. Mereka terpanggil oleh jiwa sosial,” ujar Sonny.
Ada delapan RT di wilayah Sonny. Total warga mencapai 1.900 orang. Saat angka positif harian Covid terus menanjak, rumah sakit kewalahan, ketersediaan oksigen terbatas, dan berita hoaks berseliweran akhirnya diputuskan membentuk satuan tugas Covid-19.
Satgas ada di setiap RT. Warga yang terpapar Covid1-9 harus langsung melapor ke RT kemudian diteruskan ke RW. "Melihat kondisi rumah sakit yang penuh, kami harus mengurus diri sendiri. Koordinasi oleh pemerintah yang kurang efektif," jelas dia.
Selain itu, Sonny dan lingkungan RT-nya menanamkan kesadaran bahwa Covid-19 adalah masalah bersama dan harus dihadapi bersama. Mereka mendampingi yang terpapar supaya tidak merasa sendirian. Bahkan, kebutuhan medis dan logistik disokong penuh.
Bukan hanya obat-obatan, alat pelindung diri, dan piranti medis seperti masker dan oksimeter, satgas juga menyediakan tabung oksigen. Bahkan ada mobil ambulans yang siap siaga. "Kebetulan ada dokter yang juga anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia) yang bisa selalu memonitor warga yang terpapar," kata dia.
Setelah dibentuk satgas, jelas Sonny, warga yang terpapar Covid-19 kian menurun. Pada 3 Juli jumlahnya 74 kasus, 10 Juli menjadi 56 kasus, dan 19 Juli tinggal 31 kasus. “Semuanya tidak ada yang dirawat, semuanya hanya isolasi mandiri di rumah,” tegasnya.
Advertisement