Liputan6.com, Yangon - Kementerian kesehatan yang dikendalikan militer Myanmar memperkirakan setengah dari populasi akan divaksinasi terhadap COVID-19 tahun ini, media pemerintah melaporkan pada Selasa (20/7), sehari setelah pihak berwenang mengumumkan rekor penghitungan kematian akibat virus corona.
Target vaksinasi ditentukan ketika upaya negara itu untuk menahan peningkatan infeksi yang eksponensial telah dilemparkan ke dalam kekacauan oleh gejolak sejak militer merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi pada Februari. Demikian seperti melansir Channel News Asia, Selasa (20/7/2021).
Advertisement
Global New Light of Myanmar yang dikelola negara melaporkan bahwa hanya sekitar 1,6 juta orang telah divaksinasi dari total 54 juta populasi, tetapi mengatakan "vaksin terus diimpor untuk memastikan bahwa 100 persen populasi divaksinasi sepenuhnya".
Laporan itu mengatakan bahwa sekitar 750.000 dosis vaksin China akan tiba pada hari Kamis dan lebih banyak lagi selama dua hari berikutnya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan dalam sebuah laporan pada hari Senin bahwa pihaknya meningkatkan upaya untuk memerangi "lonjakan yang mengkhawatirkan" dalam kasus COVID-19 dan mengharapkan Myanmar untuk menerima cukup vaksin melalui fasilitas COVAX tahun ini untuk 20 persen populasi.
Meningkatnya Kasus Infeksi
Myanmar mencatat rekor 281 kematian COVID-19 pada Senin (19/7), dan 5.189 infeksi baru, MRTV Television yang dikelola pemerintah melaporkan, mengutip angka-angka kementerian kesehatan.
Tetapi petugas medis dan layanan pemakaman mengatakan jumlah korban sebenarnya jauh lebih tinggi daripada angka pemerintah militer, dan layanan krematorium juga kelebihan beban.
Menggambarkan tingkat penyebaran virus, China pada hari Selasa melaporkan penghitungan harian tertinggi infeksi baru sejak Januari, sebagian besar terkait dengan warga negara China yang kembali ke provinsi Yunnan dari Myanmar.
Zaw Wai Soe, menteri kesehatan Pemerintah Persatuan Nasional, yang dibentuk sebagai pemerintahan bayangan oleh penentang kekuasaan militer, dikutip oleh situs web Radio Free Asia yang didanai AS mengatakan bahwa hingga 400.000 nyawa bisa hilang jika tindakan cepat tidak diambil untuk memperlambat infeksi.
Para pengkritik junta juga mengatakan banyak nyawa telah hilang karena pembatasannya pada beberapa pemasok oksigen swasta atas nama penghentian penimbunan.
Baca Juga
Advertisement