Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dinilai perlu menyediakan regulasi yang proporsional dan spesifik ditujukan untuk mengatur produk hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL).
Pasalnya, produk HPTL memiliki profil risiko yang lebih rendah dibanding rokok. Contoh dari produk HPTL ialah produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, dan snus.
Advertisement
Ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (AKVINDO) Paido Siahaan menyebutkan bahwa saat ini, akses terhadap produk HPTL terbuka bagi perokok dewasa.
Paido berharap agar ke depan, regulasi yang dibuat oleh pemerintah seharusnya tidak mempersulit akses bagi perokok dewasa untuk mendapatkan produk HPTL, baik dari segi ketersediaan maupun harga.
“Yang kami cemaskan adalah jangan sampai regulasi ke depan mengakibatkan harga dan akses yang semakin memberatkan konsumen,” ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (21/7/2021).
Untuk itu, dia berharap agar pemerintah bisa segera melakukan penelitian yang menyeluruh atau riset ilmiah sebagai dasar untuk membentuk kebijakan terkait HPTL.
Selain itu, pemerintah juga bisa melakukan pengujian terhadap aturan yang sudah ditetapkan oleh sejumlah negara yang telah memanfaatkan HPTL sebagai salah satu instrumen untuk menekan prevalensi perokok, seperti Inggris.
“Kami juga menyarankan agar semua pihak mengedepankan argumen berbasis data dan kajian ilmiah, bukan sekedar opini untuk mendukung pernyataan mereka,” pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sudah Dipungut Cukai, Asosiasi Minta Ada Regulasi Khusus Produk HPTL
Pemerintah kembali diingatkan untuk segera memenuhi hak konsumen para pengguna produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL). Pasalnya, hingga kini pengguna produk HPTL belum juga mendapatkan haknya dalam memperoleh informasi yang akurat mengenai produk HPTL.
Pengguna HPTL di Indonesia, yang saat ini jumlahnya mencapai lebih dari dua juta orang, baru mendapatkan informasi yang komprehensif mengenai produk tersebut dari hasil kajian ilmiah yang dilakukan oleh lembaga-lembaga independen di luar negeri. Sementara, di dalam negeri, hasil kajian ilmiah terhadap produk HPTL masih sangat terbatas, termasuk kajian yang diinisiasi oleh pemerintah.
“Pada Hari Konsumen Nasional yang jatuh pada 20 April lalu, kami kembali mendorong pemerintah untuk memberikan hak konsumen HPTL dengan melakukan kajian mendalam mengenai produk HPTL,” kata Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR), Ariyo Bimmo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (22/4/2021).
Dengan adanya kajian tersebut, diharapkan pemerintah dapat memberikan edukasi yang lebih menyeluruh bagi para pengguna produk HPTL.
Apalagi, pengguna HPTL ini mayoritas merupakan perokok dewasa yang memang ingin beralih ke produk tembakau dengan risiko yang lebih rendah daripada rokok. Oleh karena itu, kebutuhan informasi berbasis pada bukti ilmiah yang terpercaya menjadi penting.
“Konkretnya, jika ada pertanyaan apakah HPTL itu memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok? Harusnya pertanyaan ini tidak berujung pro dan kontra, tapi dikaji lebih lanjut dan kajian tersebut akan lebih baik jika diinisiasi oleh pemerintah dan melibatkan dunia usaha. Setelah itu, dikonfirmasi oleh masyarakat serta mendengar suara konsumen. Dengan adanya kajian ilmiah itu, konsumen menjadi lebih rasional dalam menentukan pilihan yang berdasarkan bukti ilmiah,” ujarnya.
Hasil kajian tersebut, lanjut Bimmo, juga diharapkan dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam membuat regulasi terkait HPTL. Sebab menurut Bimmo, sangat tidak adil, di saat pemerintah telah memungut cukai HPTL sejak 2018, namun regulasi yang mengatur keberadaan produk HPTL itu sendiri belum ada.
Advertisement