Moeldoko Bantah Tudingan ICW soal Ivermectin, Pertimbangkan Ambil Langkah Hukum

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko membantah informasi yang disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait keterlibatannya dalam bisnis obat Ivermectin.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 22 Jul 2021, 18:53 WIB
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko membantah informasi yang disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait keterlibatannya dalam bisnis obat Ivermectin. Menurut dia, tuduhan itu sesat.

"Itu tuduhan ngawur dan menyesatkan," kata Moeldoko dalam siaran pers yang diterima, Kamis (22/7/2021).

Moeldoko menegaskan tidak ada urusan dan kerja sama antara anaknya yang bernama Joanina Novinda Rachma dengan PT Harsen Lab.

Dia pun geram tudingan turut menyeret kelompok binaanya, HKTI. Terkait tuduhan kerja sama HKTI dalam impor beras, Moeldoko menyebut tuduhan ini tidak bisa dimaafkan. "Ini menodai kehormatan saya sebagai Ketua HKTI," tegas Moeldoko.

Moeldoko menegaskan, HKTI berjuang untuk mandiri agar petani bisa mengekspor beras. Karenanya, tudingan ICW yang menyebut Joanina sebagai Tenaga Ahli di KSP, adalah salah besar.

"Saya sudah pernah menjelaskan bahwa Joanina hanya pernah magang selama 3 bulan di KSP. Saya suruh dia belajar dari para tenaga ahli di KSP selama 3 bulan awal 2020," jelas Moeldoko.

Atas berbagai tuduhan tersebut, Moeldoko menilai perlu langkah hukum terhadap ICW atas tudingan tersebut.

"Atas berbagai tuduhan ini (saya) mempertimbangkan melakukan langkah hukum terhadap ICW," tandas Moeldoko.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


ICW Duga Ada Keterlibatan Moeldoko di Balik Ramainya Ivermectin untuk Covid-19

Kepala Staf Presiden Moeldoko saat wawancara dengan KLY di Jakarta, Rabu (16/1). Dalam wawancara tersebut Moeldoko memaparkan kinerja kerja pemerintahan Jokowi-JK hingga saat ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut menemukan dugaan keterkaitan pejabat publik, pebisnis, serta anggota partai politik, dalam ramainya untuk menggunakan obat Ivermectin dalam menanggulangi pandemi virus Corona atau Covid-19.

"Polemik Ivermectin menunjukkan bagaimana krisis dimanfaatkan oleh segelintir pihak untuk mendapat keuntungan," ujar Peneliti ICW Egi Primayogha dalam keterangannya, Kamis (22/7/2021).

Dia menceritakan awal mula polemik Ivermectin dimulai pada Oktober 2020 ketika dokter dari Departemen Penelitian dan Pengembangan PT Harsen Laboratories bernama Herman Sunaryo menyebutkan Ivermectin dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan Covid-19.

Pada awal Juni 2021 PT Harsen Laboratories, mengumumkan telah memproduksi Ivermectin, obat yang diklaim sebagai alternatif terapi Covid-19. Selang beberapa waktu kemudian,

Menteri BUMN Erick Thohir mengeluarkan dan mengirimkan surat ke BPOM dengan nomor S-330/MBU/05/2021 yang berisi pengajuan permohonan penerbitan Emergency Use Authorization untuk Ivermectin.

Setelah mendapat peringatan dari BPOM, Menteri BUMN Erick Thohir menyatakan akan memproduksi Ivermectin sebanyak 4,5 juta dosis yang akan diedarkan oleh PT Indofarma.

"Distribusi Ivermectin lalu menambah daftar panjang obat-obat yang ditawarkan oleh pemerintah meskipun belum dilakukan uji klinis yang tepat. Selama 18 bulan pandemi, pemerintah telah mengedarkan obat seperti Chloroquine, Avigan, wacana Vaksin Nusantara, hingga Ivermectin," kata dia.

Egi mengatakan, ICW menemukan terdapat potensi rent-seeking dari produksi dan distribusi Ivermectin. Menurutnya, praktik itu diduga dilakukan sejumlah pihak untuk memperkaya diri dengan memanfaatkan krisis kesehatan.

ICW ikut menemukan indikasi keterlibatan anggota partai politik dan pejabat publik dalam distribusi Ivermectin PT Harsen Laboratories dan jejaringnya hingga Kantor Staf Presiden.

 

 


Munculnya Nama Moeldoko

Menurut ICW, Invermectin akan diproduksi oleh PT Harsen Laboratories, perusahaan yang bergerak dibidang farmasi, dengan merek Ivermax 12. Perusahaan ini dimiliki oleh pasangan suami istri Haryoseno dan Runi Adianti.

Kedua nama tersebut tercatat dalam dokumen Panama Papers dan diketahui terafiliasi dengan perusahaan cangkang bernama Unix Capital Ltd yang berbasis di British Virgin Island.

Sebelum pandemi Covid-19, PT Harsen Laboratories pernah menjalin hubungan kerjasama dengan PT Indofarma dalam pendistribusian obat. Berdasarkan laporan konsolidasian PT Indofarma tahun 2020, tercatat Indofarma memiliki hutang ke PT Harsen Laboratories sebesar Rp 8.579.991.938 per 30 Juni 2020.

"Jumlah ini meningkat dari 31 Maret 2019 yang berjumlah Rp 3.238.035.238," kata dia.

Salah satu nama yang terafiliasi dengan PT Harsen Laboratories adalah Sofia Koswara. Ia adalah Wakil Presiden PT Harsen dan mantan CEO dari B-Channel. Sofia Koswara juga menjabat sebagai Chairwoman Front Line Covid-19 Critical Care (FLCCC) di Indonesia.

Adapun warga Indonesia lainnya yang berada di FLCCC adalah Budhi Antariksa, bagian dari Tim Dokter Presiden, serta dokter paru-paru di Rumah Sakit Umum Persahabatan dan pengajar plumnologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Budhi juga merupakan ketua tim uji klinis Ivermectin di Indonesia.

"Keterlibatan pejabat publik diindikasikan melalui kedekatan antara Sofia Koswara dan Haryoseno dengan Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan sekaligus Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI)," kata dia.

Sejak tahun 2019, PT Noorpay Nusantara Perkasa, perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh Sofia Koswara, menjalin hubungan kerjasama dengan HKTI terkait program pelatihan petani di Thailand. Pada awal Juni lalu, Ivermectin didistribusikan ke Kabupaten Kudus melalui HKTI.

"Selain itu, anak Moeldoko, Joanina Rachman, merupakan pemegang saham mayoritas di PT Noorpay Nusantara Perkasa," ungkap Egi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya