Mengandung Zat Aditif, Komnas Pengendalian Tembakau Dukung Larangan IQOS

Hasbullah mengatakan, sebagai produk baru IQOS memang belum memiliki hasil studi pengaruh jangka panjangnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Jul 2021, 21:47 WIB
Ketua Komnas Pengendalian Tembakau Hasbullah Tabrany. (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komnas Pengendalian Tembakau Hasbullah Tabrany meyakini, IQOS adalah produk tembakau yang mengandung zat adiktif. Untuk itu, pihaknya mendukung pemerintah memasukkan larangan IQOS dalam revisi PP 109 Tahun 2012.

”IQOS kan produk tembakau yang mengandung zat adiktif, maka harus tetap dilarang,” ujarnya, Jumat (23/7/2021).

Hasbullah mengatakan, sebagai produk baru IQOS memang belum memiliki hasil studi pengaruh jangka panjangnya. Namun, IQOS adalah produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco products/HTPs) yang dikonsumsi dengan cara menggunakan alat pemanas (heat stick).

”Berbeda dengan rokok konvensional yang sudah memiliki catatan hasil studi atas dampak dan akibatnya bagi kesehatan. Karena bahan dasarnya sama, yaitu tembakau, maka akan mempunya efek kardiovaskuler maupun penyebab kanker,” jelas Hasbullah.

Menurut Hasbullah, dengan dosis nekotin yang lebih kecil, dia justru kawatir IQOS dapat menjadi pintu masuk untuk mengkonsumsi produk yang dosisnya lebih besar.

"Zat adiktif itu memiliki sifat merangsang dan ketergantungan yang sama dengan rokok konvensional, sehingga mereka akan kembali merokok konvensional lagi, bahkan narkotika dan tembakau gorilla,” ujar mantan Dekan FKM UI itu.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Aturan Tembakau

Sejauh isinya nekotin, lanjut Hasbullah, maka IQOS harus masuk dalam aturan yang sama dengan produk tembakau lainnya.

”Saya termasuk orang yang konservatif. Selama mengandung nekotin dan zat adiktif, maka harus masuk dalam aturan larangan yang sama,” ujarnya.

Terkait pemberian ijin pruduk IQOS oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA), Hasbullah berharap agar BPOM tidak mengikuti jejak FDA.

 

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya