Liputan6.com, Jakarta Aksi unjuk rasa menolak pemberlakukan Pemberlakuan Pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat terjadi di sejumlah daerah.
Menyikapi hal itu, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban menganggap demo berpotensi menimbulkan klaster baru Covid-19. Sebab, demo selalu menghadirkan banyak orang dan cenderung mengabaikan protokol kesehatan.
Advertisement
"Mengenai berkerumun untuk urusan apapun, apakah berisiko tertular Covid-19? Iya. Berisiko tertular, berisiko menularkan Covid-19," kata Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban, Kamis (22/7/2021).
Beri, sapaan Prof Zubairi, mengatakan, cukup banyak orang yang terlihat sehat, padahal di dalam tubuhnya terdapat virus. "Itu bisa menularkan ke orang lain. Jadi, alasan apapun kita berkerumun bisa menularkan Covid-19 dan bisa tertular Covid-19," ujar Beri.
Menurut Beri banyak hal yang menyebabkan seseorang masih menolak PPKM Darurat. Salah satu penyebabnya adalah tidak memahami bahaya Covid-19. Dia mengatakan, perlu edukasi berulang-ulang agar masyarakat memahami Covid-19, potensi risiko, dan cara mencegahnya.
"Edukasi tidak cukup satu kali, agar paham bahwa memang penyakit Covid-19 ini benar-benar ada, ini bukan bohong, dan bisa menyebabkan kematian," tuturnya.
Masyarakat yang sudah memahami bahaya Covid-19 wajib memberikan pemahaman kepada masyarakat yang belum percaya adanya virus ini. Tenaga medis, media massa, tokoh agama, ketua RT, ketua RW, lurah, kepala desa, camat, dan kepala daerah, harus lebih aktif mengampanyekan bahaya Covid-19 dan pencegahannya.
"Wajib memberi tahu masyarakat, wajib berkomunikasi baik dengan tetangga kita agar mereka paham mengenai penyakit Covid-19. Komunikasi yang baik itu, kalau masyarakat yang kita ajak bicara itu sudah paham. Kalau belum, artinya belum terjadi komunikasi yang baik dan kita perlu," ujar Beri.
Unjuk rasa menolak PPKM Level 4 berlangsung di beberapa daerah. Di Bandung, mahasiswa konvoi di jalan pusat kota. Lalu, mahasiswa berkumpul di depan Balai Kota. Selain tidak menerapkan protokol kesehatan, aksi massa berakhir ricuh.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil meminta masyarakat bersabar. Dia mengajak masyarakat berpartisipasi menurunkan angka penularan Covid-19.
"Insyaallah akan ada proporsional relaksasi untuk daerah-daerah yang bisa mengendalikan," ujar Emil.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Pendemo Dibubarkan Polisi
Sementara itu, sebanyak 150 orang ditangkap polisi usai aksi unjuk rasa menolak perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat di depan Balai Kota Bandung, Rabu (21/7/2021).
Kapolrestabes Bandung Kombes Ulung Sampurna Jaya mengatakan, mulanya aksi unjuk rasa berasal dari ajakan di media sosial yang dilakukan oleh mahasiswa, ojek online (ojol), dan pedagang kaki lima. Namun, belakangan diketahui bahwa ojol dan pedagang memisahkan diri dari aksi demonstrasi.
"Adapun mahasiswa yang tadi melakukan unjuk rasa kurang lebih 150 dan itu ditunggangi pihak lain yang akan membuat Kota Bandung tidak kondusif. Sehingga dalam pelaksanaan aksi mereka melakukan longmars ke Gedung Sate," kata Ulung.
Dalam perjalanan ke Gedung Sate, lanjut Ulung, massa menduduki perempatan Jalan Dago-Sulanjana. Belum sampai ke Gedung Sate, mereka melakukan penutupan jalan dengan melakukan orasi sehingga terjadi kemacetan yang panjang.
"Kedua, mereka melakukan perusakan di sekitar jalan sehingga ada 60 pot yang dirusak. Akhirnya kami membubarkan mereka agar Kota Bandung kondusif kembali dan jalan bisa dipakai masyarakat umum," ujarnya.
Ulung menjelaskan, pihaknya membubarkan massa aksi karena sudah melanggar protokol kesehatan.
"Kenapa kita bubarkan karena tidak mematuhi protokol kesehatan tidak memakai masker, berkerumun," tuturnya.
Advertisement