Liputan6.com, Baghdad - Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi akan bertemu dengan Presiden AS Joe Biden pada Senin (26/7) untuk membahas kemungkinan penarikan penuh pasukan AS dari negaranya.
Pembicaraan Gedung Putih antara kedua sekutu itu terjadi hanya seminggu setelah serangan mematikan yang diklaim oleh kelompok ISIS, meskipun Baghdad menyatakan ekstremis Sunni dikalahkan lebih dari tiga tahun lalu. Demikian seperti mengutip laman Channel News Asia, Sabtu (24/7/2021).
Advertisement
Kadhimi mendapati dirinya terpojok oleh pengaruh sekutu utama Irak lainnya - tetangga Iran, yang telah lama melihat Amerika Serikat sebagai musuh bebuyutannya.
Meskipun permusuhan bersama di pihak AS dan Iran Syiah terhadap kelompok ISIS yang tangguh, Kadhimi berada di bawah tekanan kuat dari faksi-faksi bersenjata pro-Tehran yang menuntut penarikan 2.500 tentara AS yang masih dikerahkan di Irak.
Pasukan AS di Bawah Trump
Sebagian besar tentara AS, yang dikerahkan pada 2014 untuk memimpin koalisi militer internasional melawan ISIS, berada di bawah pendahulu Biden, Donald Trump, yang menjamu Kadhimi di Gedung Putih Agustus lalu.
Pasukan yang tersisa secara resmi digolongkan sebagai penasihat dan pelatih untuk tentara Irak dan unit kontra-terorisme.
Menteri Luar Negeri Irak Fuad Hussein, yang sudah berada di Washington selama beberapa hari, telah meyakinkan media Irak bahwa "pembicaraan akan berhasil menetapkan jadwal penarikan pasukan Amerika".
Tetapi outlet media AS hanya menunjuk pada "redefinisi" misi pasukan.
Ramzy Mardini, seorang spesialis Irak di Institut Pearson Universitas Chicago, percaya tidak akan ada "perubahan radikal" dalam posisi AS.
Pertemuan Biden-Kadhimi mungkin "dibentuk" untuk membantu perdana menteri Irak mengurangi tekanan domestik, "tetapi kenyataan di lapangan akan mencerminkan status quo dan kehadiran AS yang bertahan lama," katanya.
Advertisement