Liputan6.com, Jakarta - Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang bukan hanya cerita tentang hari ini, tapi cerita tentang sejarah dan harapan ke depan. Pembangkit di Garut, Jawa Barat ini merupakan bagian penting sejarah perjalanan kelistrikan Tanah Air.
Jejak kehadirannya dimulai pada 1918, tahun di mana wabah flu Spanyol melanda dunia seperti pandemi Covid-19 saat ini. JB Van Dijk adalah sosok penting dalam sejarah PLTP Kamojang.
Guru di HBS Bandung, Jawa Barat itu penggagas awal energi panas bumi di era kolonial yang kemudian melahirkan PLTP Kamojang. Gagasannya dimulai dengan satu tulisan berjudul 'Krachtbronnen in Italie' atau 'Kekuasaan di Italia' yang terbit di majalah 'Koloniale Studien'.
Baca Juga
Advertisement
Keberhasilan Italia memanfaatkan panas bumi untuk energi listrik di Larnderello, Italia Tengah, menginspirasi Van Dijk untuk mendorong Pemerintah Hindia Belanda melakukan hal yang sama. Keberhasilan Italia menghasilkan energi panas bumi di tahun itu, menurutnya, bisa diikuti Hindia Belanda.
Tulisan Van Dijk ditanggapi dingin oleh pemerintah. Bahkan tulisannya dikritik oleh berbagai pihak yang menganggap idenya tidak masuk akal untuk dipakai di Hindia Belanda.
Butuh waktu sewindu, hingga pada 1926 akhirnya Pemerintah Hindia Belanda menggelontorkan dana untuk melakukan pengeboran di lapangan Kamojang. The Netherland East Indies Vulcanologycal Survey, perusahaan milik Hindia Belanda ditugasi untuk melakukan pengeboran.
Selanjutnya beberapa tahun kemudian, bersama dengan Geothermal Energy New Zealand Ltd, perusahaan asal Selandia Baru, eksplorasi pun dimulai. Perjalanan menghadirkan energi panas bumi di Kamojang tak singkat. Butuh waktu panjang hingga akhirnya PLTP Kamojang Unit 130 MW berhasil beroperasi pada 1982.
Capaian ini sekaligus menandai keberhasilan Indonesia yang telah berdaulat sebagai negara merdeka dalam mengikuti jejak Italia yang menginspirasi tulisan Van Dijk. Dalam lima tahun kemudian, PLTP Kamojang unit 2 dan Unit 3 pun beroperasi mendukung sistem kelistrikan Indonesia di Jawa Barat.
PLTP Kamojang dengan kapasitas daya yang dihasilkan mencapai 140 MW, terintegrasi bersama dengan PLTP Darajat 55 MW dan PLTP Gunung Salak 180 MW dalam PLTP Kamojang Power Generation O&M Services Unit (POMU) 375 MW. Dengan 4 unit PLTP dari PLTP Darajat dan PLTP Gunung Salak, PLTP Kamojang POMU kini mengelola total 7 unit PLTP.
PLTP Kamojang POMU ini menjadi salah satu andalan kelistrikan nasional yang dimiliki PT PLN (Persero). Melalui PT Indonesia Power sebagai anak usaha PLN, operasi dan pemeliharaan PLTP Kamojang POMU terus dilakukan. Demi memastikan keandalan listrik bagi kepentingan pembangunan masyarakat dan bangsa Indonesia.
Dalam pengelolaan Indonesia Power, PLTP pertama di Indonesia ini menunjukkan kinerja terbaiknya. Sepanjang 2020 kapasitas produksinya mencapai 2.778 MWh.
“PLTP Kamojang masih menjadi salah satu PLTP terbaik di Indonesia. Bahkan PLTP Kamojang POMU ini menjadi contoh dan melakukan transfer knowledge dengan PLTP lain yang ada di Indonesia,” tutur Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN, Agung Murdifi, dalam keterangan tertulis, Sabtu (24/7/2021).
Saksikan Video Pilihan Ini
Kopi Hingga Ikan Nila Goreng
Dari aspek lingkungan hidup, PLTP Kamojang POMU rutin memenangkan berbagai penghargaan.
Setelah rutin mendapatkan Penghargaan Proper Hijau sejak 2008 hingga 2018 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sejak 2019 hingga 2020, PLTP Kamojang POMU berhasil meraih Proper Emas. Proper Emas adalah penghargaan terbaik bagi usaha yang menerapkan pengelolaan lingkungan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Pada 2020, PLTP Kamojang POMU pun berhasil meraih penghargaan Indonesian CSR Award Kategori Platinum. "Ini membuktikan Tanggung Jawab Sosial yang kami lakukan berjalan dengan sangat baik,” ucap Agung.
Selama ini PLTP Kamojang POMU aktif mengembangkan budidaya tanaman kopi pelag bersama masyarakat sekitar operasi mereka. Kopi dibudidayakan secara terintegrasi di kaki Gunung Papandayan oleh mitra binaan. Area tanam ini, dikelola selain untuk kepentingan ekonomi komoditas kopi, juga sebagai sebagai upaya pencegahan longsor dan area tangkapan air yang selanjutnya berfungsi sebagai natural recharge sumber uap panas bumi.
Selain kopi pelag, dikembangkan juga program Budidaya dan Pengolahan Kopi Kamojang berbasis masyarakat. Melibatkan kelompok rentan seperti janda, program ini menjadi salah satu tumpuan penggerak ekonomi masyarakat.
Terintegrasi dengan program budidaya dan pengolahan kopi, dikembangkan pula budidaya jangkrik yang memanfaatkan limbah kopi dan pertanian sayur yang ada. Hasilnya, mitra binaan PLTP Kamojang POMU ini dapat memasarkan produknya ke toko pakan dan peternak di sekitar Garut dan Bandung.
PLTP Kamojang POMU juga menghadirkan program budidaya ikan nila. Melibatkan pemuda desa di sekitar wilayah operasi, PLTP Kamojang POMU mendorong lahirnya local hero yang menggerakkan ekonomi masyarakat. Program ini bahkan tak hanya berhenti hingga budidaya nila namun juga pengolahan lebih lanjut untuk menghasilkan produk Nila Goreng Kemasan yang meningkatkan nilai tambah program.
Advertisement
Inspirasi Kala Pandemi
Berbagai program lain yang menambah jumlah penerima manfaat di masyarakat juga dilakukan. Salah satunya pengelolaan bank sampah hingga pembuatan Galeri Lapasan Sabilulungan yang jadi sentra pemasaran produk binaan CSR PLTP Kamojang POMU. Galeri ini juga jadi contoh media pemasaran yang efektif memanfaatkan berbagai aplikasi teknologi, untuk mendukung penerapan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19.
Kehadiran PLTP Kamojang POMU tak sekadar mendukung sistem kelistrikan nasional yang terus berkembang serta dinanti keandalannya di tengah pandemi saat ini. PLTP Kamojang juga menghadirkan energi yang menggerakkan masyarakat lokal untuk bisa berdaya dan mandiri, menggerakkan perekonomian lokal masyarakat Kamojang, menggerakkan ekonomi negeri.
“Tidak hanya menghasilkan listrik yang ramah lingkungan, kami ingin kehadiran PLTP Kamojang dapat memberikan dampak positif terhadap masyarakat sekitar,” kata Agung.
Lahirnya visi tentang energi panas bumi bagi kelistrikan di Indonesia tahun 1918 di tengah wabah flu mematikan, Flu Spanyol, yang melanda dunia menjadi inspirasi kekinian. Di tengah pandemi Covid-19 ini pun, ada banyak kemungkinan visi yang bisa muncul dari Kamojang-Kamojang lain untuk kebaikan negeri di masa depan.