Kebijakan Lockdown Tak Bisa Setengah Hati dan Perlu Komitmen Seluruh Pemimpin Dunia

Harus ada kesepakatan dan kekompakan seluruh pemimpin dunia untuk menjalankan lockdown demi menanggulangi pandemi Covid-19.

oleh Tira Santia diperbarui 25 Jul 2021, 10:48 WIB
Petugas medis yang mengumpulkan sampel tes pada hari pertama pemberlakuan lockdown dari warga yang melintas di Kota Ho Chi Minh, Vietnam, Jumat (9/7/2021). Pemerintah Vietnam memberlakukan lockdown dua minggu di Kota Ho Chi Minh. (AFP/Huu Khoa)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Gerakan Pakai Masker Sigit Pramono mengatakan, penguncian (lockdown) dengan berbagai istilah yang dihaluskan terbukti sangat efektif untuk memutus rantai penularan Covid-19. Namun memang kebijakan tersebut harus diterapkan dengan disiplin yang ketat dan tanpa ada pengecualian.

Menurut mantan Direktur Utama BNI ini, memang dipastikan ada  berbagai penolakan atau tekanan secara politik untuk menjaga keseimbangan antara faktor kesehatan dengan faktor ekonomi. Kebijakan lockdown tentu saja akan menekan kehidupan masyarakat golongan bawah, kelompok yang tidak punya penghasilan bulanan serta sektor informal.

Penerapan lockdown yang masih dengan pengecualian untuk pihak pihak tertentu tentu saja bisa dipastikan akan menimbulkan celah kebocoran. Hal ini lah yang bisa menjadi titik penularan baru, dan virus akhirnya akan menyebar lagi.

"Ini berlaku secara global. Akibat pengendalian pandemi tidak terkoordinasi dengan baik , virus hanya berhenti menyebar di satu negara, sedangkan di negara lain malah marak," jelas Sigit, Minggu (25/7/2021). 

Ia pun memberikan contoh yang terjadi akhir-akhir ini. Beberapa bulan terakhir India, Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya kasus positif meledak. Eropa justru mereda. Bahkan mereka berani menyelenggarakan Piala Eropa. Sekarang Asia mulai mereda, tetapi Eropa dan Amerika konon mulai naik lagi.

Tanpa adanya kebijakan secara global, hal ini akan terus menerus bergantian dan tidak akan selesai. Lockdown atau berbagai istilah yang dihaluskan, jika diterapkan setengah hati dan tidak konsisten pada akhirnya hasilnya tidak optimal dan bersifat sementara.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Terkendali Tetapi Hanya Sementara

Pejalan kaki dan pesepeda terlihat di jalan kosong di Kawasan Pusat Bisnis Melbourne, Jumat (16/7/2021). Kota terbesar kedua di Australia itu kembali memberlakukan lockdown, dan kali ini selama lima hari mulai Kamis (16/7) malam karena meningkatnya klaster COVID-19. (ASANKA BRENDON RATNAYAKE/AFP)

Menurut Sigit, jika ada daerah yang ketat, kasus turun. Tetapi jika ada daerah yang tidak ketat kasus naik. Demikian terus menerus hanya saling bergantian.

Contoh yang paling nyata di Bali sempat turun, tetapi karena daerah yang lain tidak ketat, kasus di Bali sekarang mulai naik lagi. "Jadi seperti lingkaran setan," tutur dia. 

Sekali lagi perlu konsensus dan kesepakatan semua pemimpin baik pusat maupun daerah terutama gubernur, bupati dan walikota.

Bahkan perlu konsensus global untuk melakukan pengendalian pandemi ini. Apakah seluruh pemimpin dunia akan mempertimbangkan lockdown secara global? Belum ada yang bisa menjawabnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya