Kekecewaan Pegawai KPK ke Dewas yang Dinilai Memihak Pimpinan

KPK atas dugaan pelanggaran etik dalam pelaksaan tes wawasan kebangsaan (TWK) tak dilanjutkan ke persidangan oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 25 Jul 2021, 11:31 WIB
Gedung KPK (Liputan6/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta Laporan pegawai nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan pelanggaran etik dalam pelaksaan tes wawasan kebangsaan (TWK) tak dilanjutkan ke persidangan oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Dewas beralasan laporan itu tak cukup bukti untuk disidangkan.

Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal nonaktif KPK Hotman Tambunan selaku perwakilan 75 pegawai nonaktif yang melapor mengaku kecewa. Namun, dia mengaku tak terkejut dengan tak diindahkannya laporan pegawai oleh Dewas KPK.

"Kami merasa tidak terkejut dengan putusan Dewan Pengawas. Dalam TWK kami melihat Dewas lebih berat memihak pimpinan KPK. Keberpihakan ini sudah terlihat sejak pengumuman hasil TWK. Dewas menemani pimpinan KPK jumpa pers," ujar Hotman dalam keterangannya, Minggu (25/7/2021).

Saat mengumumkan hasil TWK yang menonaktifkan 75 pegawai, salah satu anggota Dewas KPK Indriyanto Seno Aji ikut dalam jumpa pers tersebut. Tindakan Indriyanto ini kemudian dilaporkan pegawai lantaran Dewas semestinya netral dalam pelaksaan TWK ini.

Namun laporan pegawai terhadap Indriyanto juga tak dilanjutkan ke persidangan oleh Dewas. Alasannya sama, yakni tak cukup bukti. Maka dari itu pegawai tak terkejut ketika laporan dugaan etik pimpinan KPK dalam prosea TWK juga tak dilanjutkan ke persidangan.

Hotman menyebut, dugaan keterlibatan Dewas KPK dalam polemik TWK ini saat membuat draf Surat Keputusan Pimpinan KPK yang menonaktifkan 75 pegawai.

"Bahkan (Dewas KPK) ikut membuat draf SK 652, dan draf supervisi terhadap SK 652 ini dilakukan Ibu Albertina Ho, yang meminta kami menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung. Maka tentu saja Dewas tidak akan melanjutkan ke sidang etik, karena Dewas terlibat dalam proses TWK ini," kata Hotman.

Hotman menyebut, alasan Dewas tak melanjutkan ke persidangan lantaran tak memiliki cukup bukti hanya alasan yang mengada-ada. Menurut Hotman, Dewas memiliki kewenangan penuh mencari bukti dari data awalan saat pengaduan para pegawai.

Menurut dia, Dewas memiliki posisi kuat di internal KPK sebagai lembaga yang ditunjuk untuk mengawasi KPK termasuk dalam hal Kepegawaian. Namun rupanya, terkait pelanggaran etik pelaksaan TWK ini Dewas hanya memeriksa tiga orang pegawai saja.

"Ada 24 orang sebenarnya yang mewakili 75 yang melakukan pengaduan pelanggaran etik oleh pimpinan, tetapi konpers pimpinan kemarin yang diperiksa oleh Dewas hanya tiga orang, dan kebetulan mereka tidak menguasai semua hal terutama yang bersifat detail tentang TWK," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Keputusan Dewas KPK

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menyatakan, tidak ada cukup bukti yang menunjukkan Pimpinan KPK melakukan pelanggaran etik terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai menjadi ASN.

"Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang sudah diuraikan tadi, maka Dewan Pengawas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan, seluruh dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang diduga dilakukan oleh Pimpinan KPK sebagaimana disampaikan dalam surat pengaduan kepada Dewan Pengawas tidaklah cukup bukti, sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik," tutur Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi pers virtual, Jumat (23/7/2021).

Menurut Tumpak, Hotman Tambunan dan kawan-kawan sebelumnya melaporkan tujuh dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Pimpinan KPK terkait penyusunan kebijakan, pelaksanaan, dan tindak lanjut hasil TWK.

Dalam laporannya ke Dewas, 75 pegawai yang tidak lulus TWK menduga bahwa Ketua KPK Firli Bahuri menambahkan klausul TWK dalam Pasal 5 Perkom Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN.

Dalam temuan Ombudsman disebutkan jika dalam pelaksaan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN terdapat tiga pelanggaran atau maladministrasi.

"Tiga hal ini yang oleh Ombudsman ditemukan potensi-potensi maladministrasi. Secara umum maladministrasi itu dari hasil pemeriksaa kita, memang kita temukan," ujar Ketua Ombudsman Mokh Najih dalam jumpa pers virtual, Rabu (21/7/2021).

Tiga hal yang diduga dilanggar dalam pelaksaan TWK yakni terkait dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan proses peralihan pegawai KPK menjadi ASN, kedua pada proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN, ketiga pada tahap penetapan proses asesmen TWK.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya