Profil Hend Zaza: Atlet Olimpiade Tokyo 2020 Termuda Berusia 12 Tahun

Simak profil Hend Zaza, pemain tenis meja berusia 12 tahun asal Suriah yang jadi atlet termuda di Olimpiade Tokyo 2020

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Jul 2021, 09:14 WIB
Petenis meja Suriah Hend Zaza mengembalikan pukulan Liu Jia dari Austria selama pertandingan babak penyisihan tunggal tenis meja putri di Olimpiade 2020 di Tokyo, Sabtu (24/7/2021). Hend Zaza, yang baru berusia 12 tahun, menjadi atlet termuda yang tampil di Olimpade Tokyo 2020. (AP Photo/Kin Cheung)

Liputan6.com, Jakarta - Sepanjang sejarah Olimpiade, selalu ada atlet muda berbakat yang berhasil mengguncang panggung festival olahraga empat tahunan tersebut. Tren ini berlanjut dalam Olimpiade Tokyo 2020 lewat kehadiran Hend Zaza, atlet berusia 12 tahun yang melakukan debut di kejuaraan ini.

Zaza merupakan pemain tenis meja asal Suriah. Ia sukses mencatatkan sejarah sebagai atlet paling muda yang berkompetisi di Olimpiade Tokyo.

Dia meraih tiket menuju Olimpiade pada Februari 2020 lalu, usai mengalahkan petenis meja asal Lebanon, Mariana Sahakian dalam kualifikasi Olimpiade Asia Barat di Yordania.

Meski terpaut usia mencapai puluhan tahun dengan lawan, Zaza sukses membuktikan kualitas sebagai atlet tenis meja. Berkat pencapaiannya, Hend Zaza menjadi pemain tenis meja asal Suriah pertama yang memenangkan gelar nasional di semua tingkatan. Kini, ia melanjutkan jejaknya dengan bersaing di Olimpiade Tokyo 2020.

Melansir Marca.com, Zaza mengaku ingin mempersembahkan pencapaiannya untuk negara, orang tua, serta rekan-rekannya.

“Ini hadiah untuk negaraku, orang tuaku, dan semua temanku,” ujar Zaza.

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini


Besar di Daerah Perang

Ekspresi petenis meja Suriah Hend Zaza saat melawan Liu Jia dari Austria selama pertandingan babak penyisihan tunggal tenis meja putri di Olimpiade 2020 di Tokyo, Sabtu (24/7/2021). Di negara asalnya, bocah kelahiran 2009 itu adalah juara nasiona. (AP Photo/Kin Cheung)

Seperti anak-anak Suriah pada umumnya, masa kecil Zaza diwarnai oleh peperangan. Ia berhasil menjadikan tenis meja sebagai pelariannya. Dikutip dari The New York Times, Zaza mengikuti jejak sang kakak dan mengawali kiprahnya di dunia tenis meja saat berusia lima tahun. Kala itu, pelatih lokal Adham Aljamaan melihatnya dan menjadikannya sebagai anak asuhan.

Tak heran jika Zaza berhasil menjadi atlet Olimpiade di usianya yang baru menginjak 12 tahun. Rupanya, darah olahraga memang mengalir di dalam keluarga Zaza. Ayah Zaza diketahui pernah menjadi pemain sepak bola dan kini berprofesi sebagai guru senam.

“Olahraga ada di dalam darahku. Keluargaku telah memberi dukungan yang amat besar sejak awal. Sebagai anak termuda, mereka (keluarga) sangat memperhatikanku. Mereka membantuku untuk maju dalam olahraga,” ungkap Zaza dalam sesi wawancara bersama CGTN.com.

Sayangnya, Zaza menghabiskan sebagian besar hidupnya dengan terkunci di daerah perang. Tak jarang, situasi perang membuat Zaza sulit menikmati waktunya bersama olahraga favoritnya tersebut.

Pemadaman listrik yang terjadi secara terus-menerus menyebabkan sejumlah sesi latihan Zaza ditunda. Dia bahkan harus berlatih di sebuah ruangan yang hanya memiliki empat meja rusak serta lantai reyot.

Meski demikian, kondisi tersebut tak membuyarkan niat Zaza untuk meraih medali di cabang olahraga tenis meja dalam Olimpiade. Pada usia 11 tahun, Zaza resmi meraih tiketnya menuju Olimpiade Tokyo 2020.


Kalah dari Wakil Austria

Petenis meja Suriah Hend Zaza saat melawan Liu Jia dari Austria selama pertandingan babak penyisihan tunggal tenis meja putri di Olimpiade 2020 di Tokyo, Sabtu (24/7/2021). Zaza adalah atlet tenis meja kedua sepanjang sejarah yang tampil membela Suriah di olimpiade. (AP Photo/Kin Cheung)

Sayangnya, perjuangan Zaza di Olimpiade Tokyo 2020 berumur pendek. Ia kalah dua set langsung dari atlet asal Austria Liu Jia dalam babak pembukaan turnamen tenis meja, Sabtu (24/7/2021) lalu. Setelah bertanding, atlet senior berusia 39 tahun itu berjalan ke arah Zaza dan menawarkan pelukan.

“Saya memiliki perasaan keibuan. Itu bukan soal olahraga, tetapi lebih ke sisi manusia,” ungkap Liu Jia.

Pertandingan perdana Zaza di Olimpiade memang tidak mudah. Pasalnya, malam menjelang pertandingan, Zaza bertugas sebagai pembawa bendera Suriah di upacara pembukaan Olimpiade Tokyo 2020.

Acara yang berlangsung cukup malam, ditambah kondisi Zaza yang mengalami jet lag membuat atlet muda tersebut hampir tidak memiliki waktu tidur berkualitas. Kondisi ini bukanlah persiapan yang baik jelang laga melawan Liu.

“Aku berharap menang dan (menampilkan) permainan yang lebih baik, tetapi ia (Liu Jia) adalah lawan tangguh jadi ini adalah pelajaran yang baik bagiku, terutama di Olimpiade pertama,” ungkap Zaza seperti dilansir dari The New York Times.

“Aku akan berusaha mendapatkan hasil yang lebih baik di lain waktu, semoga,” tambahnya.

Di sisi lain, Zaza ternyata sukses membangun kesan luar biasa di mata pesaingnya, Liu Jia. Liu Jia menyebutkan Zaza hanya butuh lebih banyak pengalaman. Pasalnya hingga kini, Zaza telah dinilai memiliki bakat hebat serta ritme dan insting permainan yang baik oleh Liu Jia.


Tetap Berjuang

Selama beberapa tahun terakhir, Zaza mengaku berada dalam kondisi yang sulit. Meski demikian, ia tetap berjuang. Oleh karena itu, Zaza mengajak semua orang yang pernah berada dalam kondisi serupa untuk tidak patah semangat.

“Selama lima tahun terakhir, aku sudah melalui banyak pengalaman berbeda, terutama dengan perang yang terjadi di seluruh negeri, dengan penundaan, dengan pendanaan untuk Olimpiade. (Situasi) itu sangat sulit, tetapi saya harus berjuang untuk itu,” ujar Sasa seperti dilansir dari The New York Times.

Zaza menambahkan, “Ini pesanku untuk semua orang yang memiliki situasi serupa: perjuangkan mimpimu. Berusahalah dengan keras terlepas dari kesulitan yang sedang kamu alami, maka kamu akan mecapai tujuanmu.”

 

Penulis: Melinda Indrasari

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya