Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan pendidikan swasta China bersiap hadapi pukulan “materi” untuk operasi mereka setelah pemerintah China mengumumkan aturan baru. Hal ini terkait larangan lembaga bimbingan belajar atau les mencari keuntungan dalam mata pelajaran sekolah inti untuk mengurangi tekanan keuangan pada keluarga.
Berita tentang perubahan aturan pada Jumat, 23 Juli 2021 tersebut mengirimkan gelombang kejutan ke sektor les privat senilai USD 120 miliar di China. Pengumuman tersebut juga memicu aksi jual besar-besaran di saham perusahaan termasuk TAL Education Group dan Gaotu Techedu yang tercatat di Amerika Serikat (AS).
Advertisement
Di bawah aturan baru, semua institusi yang menawarkan bimbingan belajar pada kurikulum sekolah akan terdaftar sebagai organisasi nirlaba, dan tidak ada lisensi baru yang akan diberikan, demikian berdasarkan dokumen resmi dilansir dari Channel News Asia, Senin (26/7/2021).
TAL mengatakan, aturan baru memiliki dampak material yang merugikan pada layanan bimbingan belajar setelah sekolah yang pada gilirannya dapat mempengaruhi operasi dan prospeknya. Saham TAL yang tercatat di bursa saham New York anjlok 71 persen pada Jumat, 23 Juli 2021.
New Oriental, Koolearn Technology Holding, Scholar Education Group, dan China Beststudy Education Group membuat pernyataan serupa pada Senin, 26 Juli 2021.
Sub-indeks industri pendidikan China turun delapan persen pada perdagangan Senin pagi, 26 Juli 2021. Sementara itu, saham New Oriental, Koolearn, Scholar Education dan China Beststudy yang tercatat di Hong Kong merosot antara 30-40 persen.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Alasan Ubah Aturan di Sektor Pendidikan
Sektor pendidikan nirlaba China telah berada di bawah pengawasan sebagai bagian dari dorongan Beijing untuk mengurangi tekanan pada anak-anak sekolah dan mengurangi beban biaya pada orangtua yang telah berkontribusi pada penurunan tingkat kelahiran.
“Perusahaan sedang mempertimbangkan langkah-langkah kepatuhan yang tepat untuk diambil, dan mengharapkan langkah-langkah tersebut memiliki dampak material yang merugikan pada layanan bimbingan belajar setelah sekolah,” tulis New Oriental Education dalam sebuah pernyataan.
Penyedia layanan pendidikan online Koolearn mengatakan akan mematuhi aturan yang relevan saat memberikan layanan pendidikan.
Sementara itu, Scholar Education mengatakan, pihak berwenang belum memberikan rincian seputar penerapan aturan. Selain itu, ada ketidakpastian kapan dan bagaimana aturan itu berlaku secara khusus untuk kelompok tersebut.
"Saya pribadi selalu menjauh dari sektor pendidikan karena peraturan telah berubah tak menentu selama bertahun-tahun,” ujar Manajer Portofolio Nuvest Capital, Dave Wang.
Ia menilai, pemerintah China selalu soroti lebih khusus pada sektor-sektor yang memiliki implikasi sosial yang luas. “Kesulitan yang semakin meningkat bagi investor dan perusahaan adalah bahwa batasnya tampak meluas (dan) tidak ada yang tahu apa yang mungkin terjadi,” kata dia.
Advertisement
Bursa Saham China dan Hong Kong Tertekan
Bursa saham China dan Hong Kong pada awal pekan ini karena kekhawatiran investor atas peraturan pemerintah menekan saham di sektor pendidikan, properti dan teknologi.
Saham Scholar Education Group yang tercatat di Hong Kong melemah lebih dari 45 persen setelah aksi jual yang masif. Diikuti saham Hong Kong New Oriental Education and Technology Group Inc merosot lebih dari 47 persen usai saham perusahaan Amerika Serikat kehilangan lebih dari setengah nilainya pada Jumat, 23 Juli 2021.
Perseroan menyediakan layanan bimbingan belajar dan persiapan ujian di China. Indeks pendidikan CSI turun 9,61 persen di pasar saham China daratan, dan alami penutupan terendah dalam 16 bulan.
Mengutip Antara, indeks saham unggulan CSI300 China susut 3,22 persen dan alami penurunan terlemah sejak Desember. Indeks Shanghai tergelincir 2,34 persen dan Shenzhen merosot 2,28 persen.
Berdasarkan data Refinitiv terjadi arus keluar lebih dari 9 miliar yuan atau sekitar USD 1,39 miliar. Jumlah ini setara Rp 20,10 triliun (asumsi kurs Rp 14.462 per dolar AS) dari saham A pada Senin, 26 Juli 2021. Indeks Shanghai dan Shenzhen alami aksi jual besar oleh investor asing.
Sektor Properti dan Teknologi Terkena Imbas
Di Hong Kong, indeks Hang Seng melemah 4,13 persen, dan alami penurunan terendah sejak 22 Desember 2020. Indeks Hang Seng Enterprises merosot 4,92 persen. Indeks acuan Hong Kong melemah karena saham teknologi. Saham Meituan merosot 13,76 persen. Saham Alibaba Group Holding tergelincir 6,38 persen dan Tencent Holdings merosot 7,72 persen.
Indeks Hang Seng susut 6,57 persen, dan hampir hapus kenaikan sejak mulai Juli 2020. Pada Sabtu, 25 Juli 2021, regulator China juga melarang Tencent dari perjanjian hak cipta music eksklusif dan mendenda perusahaan untuk praktik pasar yang tidak adil di pasar musik online.
Tak hanya itu, langkah pemerintah mengendalikan sektor properti juga membuat khawatir investor pada awal pekan ini. Sentimen tersebut membawa indeks CSI 300 real estate melemah 6,13 persen, dan alami penurunan terendah sejak September 2015. Sedangkan indeks Hang Seng Properties susut lebih dari tiga persen.
Dilaporkan bank sentral China telah meminta pemberi pinjaman di Shanghai untuk menaikkan tingkat pinjaman hipotek untuk pembeli rumah pertama kali ikuti pernyataan dari kementerian perumahan pada Jumat pekan lalu. China akan berusaha membersihkan penyimpangan di pasar properti dalam tiga tahun.
Saham pengembang Evergrande Group melemah 6,34 persen. Saham pengembang lainnya Country Garden Holdings Co melemah 3,39 persen.
Advertisement