Liputan6.com, Jakarta - Kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, termasuk tempat kerja. Sayang, penanganannya masih tersangkut sejumlah kendala.
"Pertama, si korban tidak mengerti atau mengetahui bahwa ia sedang dilecehkan. Setelah berbicara dengan temannya, ia baru mengetahui bahwa apa yang dialami termasuk kekerasan seksual," ujar CEO and Coach HR Academy, Srie Wulan, dalam acara Obrolan Kantor: Seberapa Aman Kantormu dari Kekerasan Seksual? Rabu (28/7/2021).
Baca Juga
Advertisement
Kemudian, tidak atau belum adanya komunikasi transparan, tidak berani melapor, serta tidak ada prosedur aduan yang baik. Prosedur aduan itu tidak hanya untuk persoalan kekerasan seksual, tapi juga kasus yang bisa membuat rugi karyawan atau perusahaan.
"Saya pernah menangani kasus yang sebenarnya sangat potensial. Tapi kemudian tiba-tiba ia mengundurkan diri. Setelah didesak, ternyata ia keluar karena kasus pelecehan seksual," kata Srie.
Karenanya, penting untuk terus mengedukasi semua lapisan di tempat kerja. Pasalnya, korban cenderung malu mengadukan kasus kekerasan seksual yang dialaminya. "Atau juga merasa tidak enak karena yang melakukan kekerasan seksual itu teman, bahkan atasannya," kata dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Mengidentifikasi Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual merupakan perilaku yang tidak bisa diterima, yang membuat seseorang merasa terhina, dipermalukan, dan diintimidasi. Ini bisa berupa tindakan menguasai maupun memanipulasi, sehingga orang tersebut terlibat dalam akitvitas seksual yang tidak dikehendaki.
"Aspek terpenting (untuk mengidentifikasi) apakah ini kasus kekerasan seksual atau tidak, itu dari adanya pemaksaan, tidak ada persetujuan dari korban, atau korban tidak bisa memberi persetujuan karena adanya keterbatasan," ujar psikolog dari Yayasan Pulih, Maria Puspita.
Menurut Maria, tindakan kekerasan punya banyak bentuk. Tidak hanya kekerasan fisik, tapi juga ada kekerasan verbal dan non-verbal, visual, maupun psikologis. "Kekerasan fisik seperti dicubit, memeluk, pemerkosaan," ujar Maria.
Maria menjelaskan, kekerasan verbal itu berisi ucapan-ucapan, sedangkan non-verbal bisa dengan lirikan atau tatapan. Kekerasan visual bisa berupa mengirim video atau konten pornografi, sedangkan kekerasan psikologis bisa berupa ajakan-ajakan untuk melakukan hubungan seksual.
Advertisement
Sediakan Hotline
Head of Values Community & Public Relations The Body Shop Indonesia, Ratu Ommaya, mengatakan bahwa sebelum memulai kampanye anti-kekerasan seksual, sebenarnya sudah ada pasal-pasal terkait. "Sekarang sudah ditambahkan dengan pasal kekerasan seksual," kata Ratu.
Selain itu, pihaknya juga membuka hotline. Ini didedikasikan bagi mereka yang sudah cukup memahami kampanye tentang kekerasan terhadap perempuan dan terhubung dengan banyak pihak.
"Bila kasus kekerasan seksual terjadi, kami sudah punya langkah-langkah untuk menyelesaikan kasus tersebut," imbuhnya.
Infografis Tarik Ulur RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Advertisement