Liputan6.com, Riyadh - Kementerian Kesehatan di Kerajaan Arab Saudi kembali mengingatkan warga agar tidak mengindahkan hoaks tentang COVID-19 yang menyebar di media sosial. Warga yang belum divaksin juga diminta segera divaksinasi.
Terkait pengobatan, Kemenkes meminta agar jangan sampai obat-obatan diminum tanpa instruksi pihak berwenang. Jangan sampai pula konsumsi obat-obatan bisa mengganggu vaksinasi.
Baca Juga
Advertisement
Meski begitu, Kemenkes menyebut waktu vaksinasi perlu disesuaikan bagi orang-orang yang meminum obat imunosupresan seperti untuk rematik, serta obat kanker, demikian laporan Arab News, Kamis (29/7/2021).
Hingga Rabu, Arab Saudi telah menyuntikan 25,7 juta dosis vaksin COVID-19. Lebih adri 7 juta orang sudah mendapat dua dosis vaksin.
Totalnya, 73,8 persen warga Arab Saudi sudah mendapat setidaknya satu dosis suntikan.
Berdasarkan data pemerintah Arab Saudi, total kasus di kerajaan itu mencapai 522 ribu. Kasus aktif ada 11 ribu.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
dr Reisa Sebut Hoaks Jadi Tantangan Utama Vaksinasi COVID-19
Masalah hoaks terkait COVID-19 juga menjadi masalah di Indonesia.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, dr Reisa Broto Asmoro mengatakan, hoaks atau berita bohong menjadi tantangan utama yang dihadapi masyarakat saat melakukan vaksinasi.
"Sebenarnya, kalau kita bicara tantangan soal vaksin, ada banyak sekali tantangannya. Tapi kalau tantangan utamanya itu ada dari masyarakat sendiri. Karena yang paling kita hadapi adalah hoaks terkait vaksin," kata Reisa dikutip dari Antara, Selasa (28/7).
Sejak awal pandemi, kata Reisa, telah ditemukan lebih dari lima ribu hoaks terkait dengan kegiatan vaksinasi COVID-19 yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Karena itu, Reisa mengimbau, kepada masyarakat untuk tidak terjebak dan menyebarkan informasi palsu atau hoaks.
"Kita harus tahu dulu sebelum kita menyebarkan berita, kita harus tahu ciri-ciri berita ini hoaks atau bukan. Biasanya berita yang diterima kalau sifatnya seperti itu salah, biasanya dibikin 'lebay' gitu. Bombastis dan tidak ada rujukan resminya atau sumber yang valid," ujar Reisa.
Reisa juga mengajak, masyarakat agar bisa memilih dan menyaring informasi yang beredar di media sosial. Ia mencontohkan, jika ingin mengetahui informasi valid terkait vaksin COVID-19, masyarakat bisa dengan mudah mengakses situs resmi dari pemerintah dan media terpercaya lainnya.
"Langsung masukkan saja kata kuncinya terkait vaksin, apapun pertanyaannya nanti akan keluar rujukan-rujukan beritanya apakah itu termasuk hoaks atau tidak," kata dia.
Advertisement