Liputan6.com, Aceh Tamiang - Siang yang lengas. Di bawah terik matahari, tim PLN menyusuri derasnya sungai dengan naik getek atau rakit. Tujuannya: Desa Baling Karang, Kuala Simpang, Aceh Tamiang.
Perjalanan lewat sungai harus dilakukan setelah perjalanan darat yang memakan waktu hampir dua jam dari Kota Kuala Simpang ke Desa Sulum. Kemudian naik getek melewati sungai, dan menempuh kembali perjalanan darat. Total waktu perjalanan 3,5 jam sampai Desa Baling Karang.
Setapak demi setapak jalan dilalui untuk menemukan rumah keluarga Pak Idong, penerima bantuan OMOH (One Man One Hope) di Baling Karang. Letih perjalanan sejenak terlupa melihat segaris senyuman dari pria paruh baya itu menyambut di depan rumah sederhana.
Baca Juga
Advertisement
Keluarga Pak Idong dengan tiga anak tinggal di rumah yang berukuran sekitar 5 x 5 m2, dengan dua kamar dan dapur seadanya. Cat rumah krem tua mengelupas termakan cuaca, lantai rumah mulai berpasir tergerus usia.
Kamar-kamar berisi tempat tidur dan lemari usang. Lihatlah dapur Pak Idong yang masih menggunakan kompor tungku. Melihat peralatan masaknya mengingatkan pada suasana tahun ‘80an, tanpa blender dan tanpa penghangat nasi. Tiada listrik tiada penerangan lampu.
Tak lama kemudian aroma lezat menyengat, mengiringi sepiring singkong goreng yang disajikan tuan rumah.
“Silahkan dimakan singkongnya bapak ibu, mudah-mudahan orang kota mau makan makanan sederhana ini,” kata istri Pak Idong.
Jalan Pedang Pak Idong
Pak Idong adalah seorang pekerja keras. Wajah dengan rahang yang berkarakter, kulit coklat mengkilat, lengan kuat dan sorotan mata yang tajam. Sebelum matahari menyinari bumi Tamiang, Pak Idong sudah meninggalkan rumah.
Ucapan salam yang diucapkan Pak Idong pada keluarganya bersamaan dengan kokok ayam bersahut-sahutan. Dengan penuh semangat dan keyakinan, Pak Idong melangkahkan kaki menjemput rezeki dengan menggarap kebun milik orang lain.
Pak Idong menanam sayur mayur, singkong, terong dan tanaman apapun yang berdaya jual di pasar. Dari pagi hingga senja, dia terus bekerja membanting tulang demi menghidupi keluarga kecil yang sangat dicintainya itu.
Upah Pak Idong berkisar Rp. 40.000 per harinya. Namun, Pak Idong sangat bersyukur sebab masih bisa membawa pulang sedikit hasil panen sayur untuk dimasak istri tercinta. Uang hasil upah bisa dibelikan kebutuhan lain, juga ditabung untuk dana masa depan, serta untuk biaya sekolah ketiga anaknya.
Anak sulung di bangku Sekolah Menengah Pertama. Sedangkan anak kedua dan si bungsu masih mengenyam bangku Sekolah Dasar. Bagi Pak Idong pendidikan adalah hal yang utama dan sangat penting. Besar harapan Pak Idong untuk ketiga buah hatinya. Dia ingin kehidupan anak-anaknya lebih baik.
“Setidaknya anak-anak saya bisa punya kebun sendiri, tidak garapin kebun orang, siapa tahu juga kelak anak saya bisa jadi tuan tanah,” ucap Pak Idong.
Advertisement
Terang Mengaji
Dalam program OMOH ini, nantinya Pak Idong akan diberikan pemasangan kWh meter gratis, tanpa BP (Biaya Penyambungan), tanpa biaya apapun. OMOH merupakan program donasi sukarela pegawai PLN untuk membantu pasang baru listrik bagi Rumah Tangga Tidak Mampu.
Program OMOH juga berjalan di lingkungan kerja UP3 Langsa, yang terbagi di beberapa wilayah yang meliputi ULP Langsa Kota, Kuala Simpang, Idi, Peureulak, Kutacane dan Blangkejeren.
“Berarti nanti adik sama abang ngajinya udah terang ya Om, gak perlu pakai lampu teplok lagi ya. Alhamdulillah,” celotehan bahagia keluar dari mulut kecil si bungsu.
Mendadak rasa haru menyeruak. Tim teknis PLN melakukan pemasangan jaringan listrik dengan mata basah. Tak lama, cahaya berpendar di rumah Pak Idong.
Meutia Suci Rachman, jurnalis warga di Aceh