Liputan6.com, Wonogiri - Blank spot atau area yang tidak terkoneksi sinyal komunikasi menjadi kendala besar dalam penerimaan akses informasi bagi masyarakat. Terutama, saat pandemi Covid-19 ini. Ketika segala kegiatan "dititahkan" pemerintah untuk dikerjakan di rumah saja, tetapi warga di wilayah blank spot justru tak memiliki akses mendapatkan dan memberikan informasi.
Kondisi ini tentu menjadi pukulan bagi para pelajar di wilayah blank spot. Hasratnya mendapatkan ilmu dari para guru melalui Belajar dari Rumah (BDR) terganjal ketersediaan akses. Seperti yang dialami para pelajar di wilayah Kecamatan Giritontro Wonogiri, Jawa Tengah. Hidup di perbukitan membuat mereka jauh dari koneksi sinyal komunikasi. Alhasil, kegiatan BDR tidak berjalan maksimal bagi siswa di wilayah ini.
Camat Giritontro, Fredy Sasono menceritakan kondisi banyak desa di wilayahnya yang termasuk blank spot. Banyak warga harus ekstra kerja keras untuk mendapatkan sinyal agar bisa beraktivitas sehari-harinya, salah satunya dalam proses belajar mengajar.
"Sampai hari ini masih ada beberapa titik wilayah blank spot di wilayah Kecamatan ini (Giritontro)," katanya saat berbincang dengan Liputan6.com di kantornya, Wonogiri, Jumat (30/7/2021).
Baca Juga
Advertisement
Ia menyebut area blank spot di wilayahnya ada di dua kelurahan dan lima desa. Semua area itu memang kondisinya berada di atas perbukitan.
"Area blank spot di Kelurahan Bayemharjo, kemudian Desa Tlogoharjo, Desa Tlogosari, Desa Ngarjoharjo dan Desa Jatirejo. Dari keempat desa dan 1 kelurahan itu belum ada satu pun tower, sementara saat ini kebutuhan sinyal sangat diperlukan warga kami untuk pembelajaraan sekolah daring," dia mengatakan.
Menurutnya, yang menjadi perhatian pemerintah setempat tentu solusi agar siswa-siswa di wilayah itu tetap bisa menjalani sekolah dalam jaringan (daring). Dia mengaku beberapa waktu lalu, anak-anak sekolah dari beberapa desa blank spot tersebut sempat viral lantaran belajar dari atas pohon di perbukitan demi mendapatkan sinyal.
"Anak-anak itu sempat viral gara-gara mencari sinyal sampai ke pegunungan, itu pun masih blm bisa maksimal mendapatkan sinyal," tutur Fredy.
Simak video pilihan berikut ini:
Perjuangan Anak-Anak Cari Sinyal
Fredy berharap nasib warganya yang mayoritas adalah petani dan hidup di area blank spot itu bisa mendapatkan atensi pemerintah pusat. Menurutnya, persoalan tersebut hanya bisa diselesaikan pemerintah pusat. Salah satu solusinya dengan bekerja sama provider membangun tower telekomunikasi.
"Sama seperti tahun 1990-an saat wilayah ini belum ada listrik. Dulu pemerintah pusat bekerja sama dengan PLN, akhirnya wilayah ini pun bisa ada listrik masuk. Beberapa kali Pak Bupati Wonogiri juga sudah datang ke sini semoga sedang diupayakan solusi untuk area blank spot di sini," kata dia.
Fredy melanjutkan, dirinya meminta pemerintah pusat ikut berperan untuk memberikan solusi bagi warga di wilayah tersebut. Karena, perusahaan swasta tentu tak akan tertarik mendirikan tower tanpa dukungan dari pemerintah pusat.
"Jadi saya berharap pemerintah pusat bisa membangunkan infrastrukturnya atau towernya kemudian nanti sinyalnya yang mengisi provider," ujar Fredy.
Ia bercerita, dulu pernah ada pihak yang mengatasnamakan pihak salah satu provider datang dan melakukan survei di wilayah-wilayah blank spot. "Tapi sampai hari ini tidak ada kelanjutan dan hilang tak ada kabar," tuturnya.
Sementara itu, Sanikem, salah satu warga Desa Jatirejo mengaku sudah terbiasa dengan kondisi minim sinyal. Namun, dirinya mengaku semenjak pandemi Covid-19, proses belajar mengajar secara daring membuat dirinya harus berpikir keras mencari sinyal untuk belajar anaknya.
"Kalau untuk sinyal data seluler memang enggak ada. Ada tetangga yang mampu pasang wifi kalau untuk sekolah daring sering dibantu tetangga dikasih wifi atau bayar per jam Rp2.000, tapi lokasi pemilik wifi itu lumayan jauh dari rumah saya," ucapnya.
Sanikem menceritakan sejak pandemi Covid-19 dan proses belajar mengajar menggunakan metode daring, dirinya sering kewalahan dalam membantu anaknya melakukan kegiatan belajar mengajar. Ia tak mau hanya berdiam diri, ia selalu siap mengantarkan anaknya menuju rumah warga yang memiliki jaringan wifi atau turun ke wilayah Kecamatan Giritontro agar anaknya tidak ketinggalan mata pelajaran.
"Kalau yang wifi bayar Rp2.000 itu lokasinya agak jauh dari rumah. Walau jauh ya saya antar, semoga sekolah bisa seperti dulu, tatap muka lagi jadi kami warga yang di wilayah blank spot ini enggak kesulitan lagi untuk sekolah anak-anak kami," dia mengatakan dengan penuh harap.
Advertisement