75 Persen Warteg Terancam Bangkrut, Pedagang: Kami Bisa Kibarkan Bendera Putih

Usaha pedagang warteg semakin tertekan di tengah pandemi, terutama selama PPKM.

oleh Andina Librianty diperbarui 31 Jul 2021, 20:30 WIB
Penjual menunggu pembeli di warteg kawasan Jakarta, Rabu (27/1/2021). Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) menyatakan, sekitar 50 persen atau 20.000 unit warteg di Jabodetabek akan gulung tikar tahun ini disebabkan tidak mampu membayar atau memperpanjang sewa tempat. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara), Mukroni, mengatakan usaha pedagang warteg semakin tertekan di tengah pandemi, terutama selama Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Jika ini terus berlangsung, maka semakin banyak yang gulung tikar tidak bisa dihindari.

Para pedagang warteg di wilayah Jabodetabek, kata Mukroni, sekitar 50 persen sudah tutup. Mereka sudah kembali pulang kampung.

"Teman-teman semuanya mengeluh. Artinya, kalau ini terus berlangsung sebulan lagi maka bendera putih akan mereka kibarkan karena sudah hampir 50 persen yang tutup," kata Mukroni saat dihubungi Liputan6.com pada Sabtu (31/7/2021).

Jika kondisi tidak membaik, maka jumlahnya bisa sampai 75 persen yang mengalami kebangkrutan di tengah pandemi. Solusi dari pemerintah seperti syarat sertifikat vaksinasi dan pembatasan waktu makan di tempat maksimal 20 menit, dinilai semakin menekan para pedagang warteg.

Pedagang warteg selama ini disebut selalu mengikuti anjuran pemerintah, termasuk selalu menjaga protokol kesehatan.

"Kita juga mengikuti, rakyat itu tahu dan apakah ada klaster warteg, tidak. Mereka kan juga menjaga. Kebijakan-kebijakan ini justru semakin membuat kita gulung tikar," tuturnya.

 


Bantuan Pemerintah

Pengunjung makan di Warteg Ellya yang menerapkan protokol kesehatan pencegahan penyebaran COVID-19, Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (21/7/2020). Warteg Ellya menerapkan protokol kesehatan pencegahan penyebaran COVID-19 sejak penerapan PSBB transisi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Mukroni mengungkapkan selama ini memang ada bantuan dari pemerintah untuk para pelaku usaha kecil, tapi terkendala akses untuk mendapatkannya. Sehingga, semakin mempersulit kondisi pedagang warteg.

"Teman-teman di bawah ini akses untuk mendapatkan modal itu sulit. Mereka kan urbanisasi dari daerah, terus mereka bisa online, tapi kalau mereka suruh daftar di dinas-dinas agak repot juga untuk dapat subsidi karena katanya lewat dinas-dinas yang mendaftarkan," jelasnya.

Oleh sebab itu, jika pun ada pembatasan mobilitas, Mukroni berharap pemerintah bisa memberikan solusi yang benar-benar bisa membantu para pedagang. Misalnya mengimbau agar instansi-instansi pemerintah untuk belanja di warteg. Selain itu, penyaluran bantuan pun diharapkan bisa lebih mudah diakses.

"Syarat sertifikat vaksinasi dan 20 menit (waktu makan di tempat) itu susah. Lebih baik misalnya take away dengan mengerahkan BUMN dan instansi-instansi pemerintah untuk membeli makanan warteg," ungkapnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya