Liputan6.com, Jakarta Pengembangan dan budidaya merupakan hal penting untuk meningkatkan komoditas kedelai. Kementerian Pertanian pun siap mengawal implementasi budidaya kedelai agar memiliki nilai tinggi. Hal tersebut disampaikan dalam acara Mentan Sapa Petani dan Penyuluh (MSPP) Volume 27, Jumat (30/7/2021).
Dalam kesempatan itu disampaikan jika kedelai merupakan protein termurah yang merakyat dan pada saat ini potensi varietas unggul sudah tinggi yaitu >3,5 t/ha. Teknologi spesifik lokasi sudah ada, namun ketertarikan petani masih rendah karena harga.
Advertisement
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan perlu lahan besar untuk melakukan budidaya kedelai. Hal ini diperlukan agar kebutuhan 273 juta warga Indonesia bisa terpenuhi.
Mentan SYL menjelaskan, lahan pertanian untuk kedelai harus dijaga agar tetap berkelanjutan. Pasalnya, pertanian tak seperti proyek biasa, di mana jika sudah selesai bisa langsung ditinggalkan.
"Harus dijaga, ada saat-saat hadapi tantangan dan sangat fluktuatif," jelas Syahrul.
Menurutnya beberapa tantangan yang menghambat budidaya kedelai, salah satunya hama. Pengembangan kedelai lokal sulit dilakukan oleh petani di dalam negeri. Padahal, kebutuhannya setiap tahun terus meningkat.
Petani lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang punya kepastian pasar. Namun, kami terus mendorong petani untuk melakukan budidaya, saat ini Kementerian Pertanian tengah menyusun dan mengawal implementasi budidaya kedelai di lapangan.
"Upaya ini dilakukan untuk menekan impor kedelai dan menjaga harga tetap stabil di dalam negeri," tegasnya.
Sementara, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi, yang hadir dalam MSPP Volume 27, mengatakan bahwa dari dulu hingga saat ini kita impor kedelai. Tahun 1990 swasembada kedelai hanya sementara lalu selanjutnya impor kembali.
"Kita bisa menanam kedelai, tapi kenapa yang dikonsumsi adalah kedelai impor? Ini semua disebabkan daya saing yang rendah dibandingkan hasil dari luar negeri," ujar Dedi.
Lebih lanjut Dedi mengatakan kedelai impor dengan Rp. 5.000/kg saja sudah bisa, sedangkan kedelai Indonesia dengan Rp. 7.000/kg sudah rugi.
"Itu semua solusinya adalah inovasi teknologi. Inovasi teknologi dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi input," katanya.
Di Brasil bisa menghasilkan 7-8 ton/ha, sedangkan di Indonesia baru 3 ton/ha.
"Yang berperan dalam meningkatkan produktivitas yaitu peneliti, penyuluh dan petani. Trilogi tersebut harus bisa bekerja sama dengan baik untuk sama-sama meningkatkan produktivitas," terangnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Persiapan dan Pengolahan Lahan
Secara detail Didik Sucahyono, Peneliti dari Balai Penelitian Tanaman Tanaman Aneka Kacang dan Umbi (Balitkabi), selaku Narasasumber acara tersebut, menjelaskan bahwa kedelai merupakan tanaman hari pendek.
"Jika mendapatkan penyinaran lebih dari 16 jam tidak akan berbunga. Sedangkan jika penyinaran kurang dari 12 jam akan mempercepat berbunga. Kedelai cocok tumbuh di ketinggian 0-1000 mdpl dengan kebutuhan air/hujan 200-300 mm/musim tanam," kata Didik.
Untuk itu, diperlukan persiapan lahan yang meliputi pengolahan tanah dan saluran drainase. Pengolahan lahan bisa dengan olah tanah dan tanpa olah tanah, bergantung pada jenis lahan yang digunakan. Drainase bisa dibuat setiap 3-4 m sedalam 25-30 cm dan lebar 30 cm.
"Pemilihan varietas perlu diperhatikan dan Balitbangtan sudah banyak memproduksi varietas unggul yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan," ujarnya.
Sedangkan penentuan panen yang tepat dapat dilihat dari penampakan fisik dengan ciri-ciri masak fisiologis (MF) yaitu sebagian daun menguning lalu gugur, polong berwarna kuning kecoklatan, kering dan retak-retak, batang berwarna kuning dan agak coklat dan kering.
"Panen dapat dilakukan dengan pencabutan batang dan pemotongan batang dan kelemahan cara pencabutan batang yaitu banyak bintil akar yang hilang, yaitu dengan cara pemotongan batang, bintil akar tidak terbuang dan kehilangan biji dapat ditekan," tutup Didik.
Advertisement