Liputan6.com, Jakarta - Komite Warisan Dunia United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) mendorong pemerintah Indonesia untuk menghentikan proyek infrastruktur pariwisata yang dibangun di kawasan Taman Nasional (TN) Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka menilai pembangunan infrastruktur di kawasan TN Komodo berpotensi berdampak pada nilai universal luar biasa atau Outstanding Universal Value (OUV).
Permintaan tersebut tertuang dalam dokumen Komite Warisan Dunia UNESCO bernomor WHC/21/44.COM/7B yang diterbitkan setelah konvensi online pada 16-31 Juli 2021. Informasi itu diketahui dari unggahan di akun Twitter dan Instagram ‘Kawan Baik Komodo’ .
"Yang lama dinanti akhirnya datang juga. Ini keputusan Konvensi Komite Warisan Dunia @UNESCO terkait pembangunan dan investasi di Taman Nasional Komodo. Apresiasi kepada kita semua, terutama para pegiat dan pemimpin komunitas2 di NTT yg sudah konsisten kawal masalah ini," cuit akun Twitter @KawanBaikKomodo pada 31 Juli 2021. Pada 1 Agustus 2021, mereka mengirim link dari dokumen lengkap keputusan UNESCO tersebut yang bisa diunduh di internet.
Baca Juga
Advertisement
Mereka juga mengunggah pernyataan senada di akun Instagram @kawanbaikkomodo. "Jadi, Pemerintah diminta hentikan semua proyek infrastruktur dan perizinan investasi resort dll sampai proses selanjutnya; yaitu pemerintah harus memasukkan revisi AMDAL dan harus disetujui Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN)," tulis mereka dalam unggahan pada 31 Juli 2021.
"Karena status TN Komodo sbg World Heritage Site maka semua pembangunan dan investasi di dalamnya harus berdasarkan Amdal yg direview oleh Komite World Heritage UNESCO. Sebagaimana sudah kita suarakan tahun lalu, syarat Amdal dan persetujuan Unesco itu tidak dipenuhi oleh Pemerintah. Sekarang UNESCO bertindak," lanjutnya.
Dalam unggahan berikutnya pada 1 Agustus 2021, mereka menuliskan di Instagram. Isinya adalah sebagai anggota UNESCO, Indonesia diminta untuk memasukkan laporan tentang kondisi konservasi TN Komodo dan pelaksanaan keputusan penghentian pembangunan kepada World Heritage Center.
Laporan paling lambat diterima 1 Februari 2022 untuk diperiksa oleh Komite pada sesi sidang 2022. Masih melalui Instagram, pada Senin, 2 Agustus 2021, Kawan Baik Komodo menuliskan sembilan permintaan pada pemerintah, terutama pada Presiden Jokowi terkait tentang keputusan UNESCO tersebut.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Berikut:
9 Permintaan
1. Kembalikan fungsi TN Komodo sebagai kawasan konservasi dan dayak tarik pariwisata alam kita.
2. Perkuat beragam upaya konservasi di darat dan bawah laut
3. Bangun resor/hotel di luar kawasan saja.
4. Bangun fasilitas wisata HARUS memakaie Amdal dan libatkan tim yang profesional.
5. Perhatikan ekonomi berkelanjutan dan selaras alam dari penduduk setempat; cari cara memupuk peran serta warga dalam kpnservasi dan pariwisata alam.
6. Cegah tren pariwisata masal (mass tourism) yang menggangu ekosistem yang rentan.
7. Jangan lagi ada pejabat yang bikin manuver alihfungsi pulau-pulau.
8. Kembangkan riset tentang Komodo secara serius.
9. Tingkatkan anggaran dan personalia BTN Komodo agar maksimal dalam menjalankan fungsi konservasi.
Penataan dan pembangunan sarana dan prasarana (sarpras) di Loh Buaya, Pulau Rinca di Taman Nasional Komodo, NTT, sejak digulirkan pada Oktober 2020 memang kerap menuai polemik. Balai Taman Nasional Komodo menutup sementara Resort Loh Buaya dari kunjungan wisatawan mulai 26 Oktober hingga 30 Juni 2021.
Hal itu semakin ramai dibahas sejak viralnya foto komodo mengadang sebuah truk, beberapa hari lalu yang kini disebut warganet dengan nama proyek "Jurassic Park". Menjawab foto tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengaskan, bahwa apa yang terjadi tidaklah demikian.
Advertisement
Ekosistem Komodo
"Nama Jurassic Park itu saya tidak tahu dari mana. Jadi ini sebetulnya pengganti sarana dan prasarana yang terpencar digabung jadi satu sistem terpadu," terang Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno dalam konferensi pers virtual, 28 Oktober 2020. Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), sebuah LSM, menyampaikan ketidaksetujuannya atas proyek wisata ini.
Menurut Umbu Wulang selaku Direktur Walhi NTT, pemerintah harus memprioritaskan terlebih dahulu urusan sains dan konservasi ekosistem komodo. "Izin lingkungan yang dikeluarkan KLHK tidak melibatkan partisipasi publik dan stakeholder pemerhati lingkungan di NTT yang sejak tahun lalu sudah menolak praktik pembangunan pariwisata skala besar di habitat asli komodo," terangnya.
"Sarana prasarana seharusnya tidak merusak habitat asli komodo, fakta yang ada terjadi pembangunan di habitat asli komodo. Jadi, Walhi NTT, menolak pembangunan infrastruktur skala besar dan rakus lahan di kawasan habitat komodo," sambung Umbu.
Menparekraf Sandiaga Uno menanggapi soal permintaan tersebut dengan menyatakan akan meminta catatan rapat secara detail. Ia menilai ada kemungkinan pemahaman yang ditangkap, sedikit berbeda dengan catatan yang dimiliki pihaknya.
"Apapun yang akan dilakukan di Labuan Bajo, harus berdasarkan Amdal. Penyusunan Amdal ini kami koordinasikan dengan KLHK. Tujuan akhirnya mengarahkan agar Taman Nasional Komodo dikelola dengan penuh kehati-hatian agar biodiversity tidak terganggu, namun ada penyiapan travel pattern," kata Sandiaga dalam Weekly Press Briefing, Senin, 2 Agustus 2021.
Ia berjanji akan memberi tanggapan resmi secara terpisah bersama Badan Otorita Labuan Bajo.
5 Tips Liburan Aman Saat Pandemi
Advertisement