Liputan6.com, Jakarta - Psikolog Universitas Mercu Buana Muhammad Iqbal menyoroti kasus dugaan penipuan alias prank donasi Rp 2 triliun dari keluarga Akidi Tio untuk penanganan Covid-19. Apa motif anak Akidi Tio menggegerkan publik masih menjadi tanda tanya besar.
Iqbal menyarankan kepolisian menggandeng psikiater untuk mengungkap kasus dugaan donasi fiktif yang telah menjerat Heriyanti, anak Akidi Tio. Dia ditetapkan sebagai tersangka usai membuat narasi diduga bohong terkait sumbangan Rp 2 triliun untuk membantu masyarakat Sumatera Selatan yang terdampak pandemi Covid-19.
Advertisement
"Saya kira si tersangka ini perlu dites kejiwaannya apakah sumbangan Rp 2 T karena idenya untuk berbohong atau memang dia punya masalah kejiwaan. Jadi sebagai psikolog saya berpendapat harus dicek kejiawaanya," katanya saat dihubungi, Senin (2/8/2021).
Iqbal menerangkan, pada era putus asa seperti saat ini banyak orang yang memiliki perilaku-perilaku menyimpang. Ia khawatir kondisi itu juga terjadi pada Heriyanti.
Iqbal menduga Heriyanti berhalusinasi terhadap mimpi-mimpi dan harapan-harapan yang hilang. Sehingga muncul ide-ide kreatif untuk mengelabui orang.
"Stres karena tekanan hidup ataupun bisa jadi dia punya masalah psikologis akhirnya menjadikan itu sebagai sarana untuk pelampiasannya," ujar dia.
Menurut Iqbal, perbuatan yang dilakukan oleh Heriyanti melewati batas orang dalam kondisi normal. Karenanya, pemeriksaan medis kejiwaan penting dilakukan untuk mengetahui lebih jauh terkait kondisi kesehatannya.
"Bisa jadi (kejiwaanya terganggu). Saya kira kalau dia normal tidak berani dia buat penyerahan uang Rp 2 T tanpa ada uangnya," ucap dia.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Pelajaran bagi Penegak Hukum
Iqbal mengatakan, kasus donasi fiktif Rp 2 triliun ini menjadikan masyarakat lebih berhati-hati untuk mem-blow up sesuatu yang belum pasti. Penegak hukum juga diharapkan mengambil hikmahnya.
"Ini pelajaran juga bagi penegak hukum bahwa penegak hukum tidak terbebas dari perilaku kriminal," ucap dia.
Iqbal mengibaratkan teori oase di padang pasir.
"Di saat kering ada orang memberi harapan akhirnya tadi berharap ada sesuatu curahan, ternyata bukan uang tetapi itu hanya kebohongan. Itu adalah terlalu cepat menyimpulkan tanpa menyeleksi terlebih dahulu. Itu kesalahan fatal bagi penegak hukum." ucap dia.
Advertisement