Liputan6.com, Tokyo - Jepang hanya akan merawat pasien COVID-19 yang sakit parah dan mereka yang berisiko sakit parah, sementara yang lain mengisolasi diri di rumah, kata para pejabat. Hal itu terjadi ketika kekhawatiran tumbuh tentang sistem medis yang tegang di tengah lonjakan yang terjadi di kota penyelanggara Olimpiade Tokyo dan wilayah lainnya.
Melansir Channel News Asia, Selasa (3/8/2021), negara ini telah mengalami peningkatan tajam dalam kasus virus corona, dan mencatat lebih dari 10.000 infeksi baru setiap hari secara nasional.
Baca Juga
Advertisement
Tokyo memiliki rekor tertinggi 4.058 pada hari Sabtu.
Rumah sakit di Tokyo sudah merasakan krisis, Hironori Sagara, direktur Rumah Sakit Universitas Showa, mengatakan kepada Reuters.
"Ada yang ditolak berulang kali untuk masuk," katanya dalam sebuah wawancara.
"Di tengah kegembiraan Olimpiade, situasi tenaga medis sangat parah."
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Infeksi pada Orang Muda
Kepala Sekretaris Kabinet Katsunobu Kato mengatakan kepada wartawan bahwa lebih sedikit orang lanjut usia, yang sebagian besar sudah divaksinasi, yang terinfeksi.
"Di sisi lain, infeksi pada orang yang lebih muda meningkat dan orang berusia 40-an dan 50-an dengan gejala parah meningkat," katanya.
"Dengan orang-orang yang juga dirawat di rumah sakit karena tingginya tingkat infeksi, beberapa orang tidak dapat segera dirawat dan pulih di rumah."
Perdana Menteri Yoshihide Suga, yang mengumumkan perubahan itu pada Senin (2 Agustus), mengatakan pemerintah akan memastikan orang-orang yang diisolasi di rumah dapat dirawat di rumah sakit jika perlu. Kebijakan sebelumnya berfokus pada rawat inap kategori pasien yang lebih luas.
Tetapi beberapa khawatir pergeseran itu dapat menyebabkan lebih banyak kematian.
Advertisement