Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah mendorong percepatan penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) kepada pelaku usaha kecil. Bansos senilai Rp 1,2 juta ini akan diberikan kepada pelaku usaha mikro seperti pedagang kaki lima (PKL) hingga warteg di wilayah PPKM level 4.
Namun, Komunitas Warung Tegal Nusantara (Kowantara) justru mengaku dipersulit untuk mendapatkan BLT tersebut. Ini lantaran link pendaftaran untuk mendapat bansos tersebut masih bermasalah.
Advertisement
"Katanya kita disuruh daftar, harus ada NIB (Nomor Induk Berusaha). Pas hari ini saja kita untuk mengakses NIB susah, karena link-nya itu kan eror terus sampai hari ini," Ketua Kowantara Mukroni kepada Liputan6.com, Selasa (2/8/2021).
"Jadi pemerintah ini maunya apa. Kami disuruh minta bantuan tapi untuk mengaksesnya saja enggak bisa. Kecuali kalau ada dispensasi dan lain sebagainya kita tidak tahu, tapi kenapa kok ketika pemerintah memberikan kemudahan tapi kita ketika melaksanakan pun susah," tuturnya.
Mukroni mengatakan, posisi pengusaha warteg kini benar-benar kesulitan karena tidak ada intensif yang mengena. Dia juga telah bertanya kepada koordinator wilayah (korwil) asosiasi pengusaha warteg di wilayah Tangerang, tapi masih belum terima bansos apapun.
"Terus ke mana artinya kita untuk mendapat ini. Meng-update susah. Kita kan bukan bangsa peminta loh, warteg ini kan punya etos yang malu untuk meminta-minta. Tapi kan ini kondisi susah. Perusahaan besar juga minta disubsidi kok, apalagi kita," keluhnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Tak Punya Pandapatan
Menurut dia, warteg merupakan tempat makan yang erat kaitannya dengan masyarakat kelas menengah bawah. Namun, kelompok masyarakat tersebut saja saat ini tengah kesulitan gara-gara tidak punya pendapatan.
Oleh karenanya, Mukroni berharap pemerintah bisa memberi bantuan yang lebih masuk akal kepada pengusaha warteg. Seperti memborong 100 bungkus makanan di warteg untuk kemudian diberikan kepada orang-orang yang juga kurang mampu.
"Ini kan gampang, itu lebih teknis ketimbang kebijaksanaan 20 menit (makan di tempat saat di warteg) yang ribet itu. Walaupun misalnya pemerintah istilahnya memborong 100 paket makanan, maka kan tidak ada interaksi. Karena kan diborong, terus diambil," tandasnya.
Advertisement