Kata Jubir Wiku soal Penerima Vaksinasi COVID-19 Akan Meninggal dalam 2 Tahun

Beredar berita hoaks yang menyebut penerima vaksinasi COVID-19 akan meninggal dalam dua tahun.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 04 Agu 2021, 19:11 WIB
Petugas kesehatan menyutikkan vaksin covid-19 kepada seorang pelajar di Gudang Darurat Nasional Palang Merah Indonesia, Jakarta, Kamis (15/7/2021). PMI turut menggelar vaksinasi massal untuk mempercepat pencapaian target pemerintah untuk mewujudkan kekebalan komunitas. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, menanggapi kabar yang menyebut orang yang vaksinasi COVID-19 akan meninggal dalam dua tahun.

Kabar yang sudah viral bermuara dari sebuah unggahan di akun Facebook Ryan Shough pada 22 Mei 2021. Di unggahan tertulis nama pria asal Prancis yang mengaku seorang peraih Nobel dan Ahli Virologi, Luc Montainger, yang mengatakan bahwa tidak ada kesempatan untuk bertahan hidup bagi orang-orang yang telah menerima segala jenis vaksin.

"Kutipan bahwa 'Semua orang yang telah divaksin akan meninggal dalam 2 tahun' adalah tidak benar. Kutipan itu secara keliru dikaitkan Montaigner dalam meme berita palsu, yang telah beredar secara luas," kata Wiku di Media Center COVID-19, Graha BNPB, Jakarta, Selasa (3/8/2021).

"Dalam pernyataan tersebut, vaksinasi dapat menyebabkan varian baru virus Corona itu juga tidak benar," Wiku menambahkan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menjelaskan vaksinasi tidak dapat menyebabkan virus Corona bermutasi menjadi varian baru.

"Mutasi terjadi, ketika virus memperbanyak diri pada inang hidup. Pada vaksin, menggunakan virus yang sudah dimatikan, virus yang tidak utuh, dan virus yang sudah dirancang sedemikian rupa, sehingga tidak mampu memperbanyak diri dalam tubuh manusia," ujar Wiku Adisasmito.

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua

Saksikan Video Menarik Berikut Ini:


Narasi Vaksinasi COVID-19 Dikaitkan Luc Montaigner

Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 di sentra vaksin Tomang Tol Plaza, Tangerang, Sabtu (24/7/2021). Target pemerintah dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19 bertambah menjadi 208,2 juta orang yang sebelumnya sebanyak 181,5 juta atau 70 persen dari total populasi. (Liputan6.com/Angga Yuniar

Berikut ini narasi vaksinasi COVID-19 dikaitkan Luc Montaigner, yang diunggah akun Facebook Ryan Shough pada 22 Mei 2021:

All vaccinated people will die within 2 years

Nobel Prize Luc Montaigner has confirmed that there is no chance for survival for people who have received any form of the vaccine.

In the shocking interview, the worlds top states blankly: "There is no hope and no possible to treatment for those who have been vaccinated already. We must be prepared to incinerate the bodies.

The scientific genius backed claims of other pre eminient virologists after studying the constituents of the vaccine. The will all die from antibody dependent enhancement. Nothing more can be said."

 

Semua orang yang divaksinasi akan meninggal dalam 2 tahun

Penerima Nobel Luc Montaigner telah mengkonfirmasi bahwa tidak ada kesempatan untuk bertahan hidup bagi orang-orang yang telah menerima segala jenis vaksin.

Dalam wawancara yang mengejutkan, orang ternama di dunia ini menyatakan dengan tidak berperasaan: "Tidak ada harapan dan tidak ada kemungkinan untuk perawatan bagi mereka yang telah divaksinasi. Kita harus siap untuk membakar mayat.

Pakar ilmiah mendukung klaim ahli virologi terkemuka lainnya setelah mempelajari konstituen vaksin. Semua akan meninggal karena peningkatan yang bergantung pada antibodi. Tidak ada lagi yang bisa dikatakan."

 

Untuk diketahui, Luc Montaigner adalah Penerima Nobel bidang Fisiologi atau Kedokteran 2008. Ia lahir 18 Agustus 1932 di Chabris, Prancis. Penghargaan yang diraih dari World Foundation for AIDS Research and Prevention, Paris, France.

Pada tahun 1983, Luc Montaigner dan Françoise Barré-Sinoussi menemukan, retrovirus pada pasien dengan pembengkakan kelenjar getah bening yang menyerang limfosit--sejenis sel darah yang sangat penting untuk sistem kekebalan tubuh.

Retrovirus, yang kemudian diberi nama Human Immunodeficiency Virus (HIV), terbukti menjadi penyebab penyakit AIDS. Penemuan ini sangat penting dalam meningkatkan metode pengobatan untuk penderita AIDS.


Hoaks Kurangi Kepercayaan terhadap Upaya Penanganan Pandemi

Seekor kucing terlihat di depan restoran yang tutup di kawasan little Tokyo, Blok M, Jakarta, Rabu (21/7/2021). Pemerintah resmi menetapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 4 hingga 25 Juli mendatang untuk mencegah penyebaran virus Covid-19. (Liputan6.comn/Faizal Fanani)

Terkait berbagai hoaks COVID-19 yang tersebar luas, Wiku Adisasmito meminta masyarakat lebih selektif.

"Saya meminta masyarakat lebih selektif dan bijak dalam memilih dan menyebarkan informasi. Penting diketahui, hoaks dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap upaya penanganan pandemi yang dilakukan pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama," imbuhnya.

"Untuk mengendalikan pandem COVID-19 diperlukan kombinasi secara bersama-sama, protokol kesehatan 3M dan 3T (testing, tracing, treatment) serta vaksinasi. Oleh karena itu, masyarakat sebaiknya mendukung kebijakan Pemerintah."

Pemerintah telah mendistribusikan lebih dari 7 juta masker sejak 3 Juli 2021, vitamin, penebalan fasilitas isolasi terpusat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerja sama dengan Kementerian PUPR sebanyak 17.941 tempat tidur serta operasional.

"Ini sebagai bukti komitmen besar BNPB untuk mendukung upaya pemerintah dalam pengendalian upaya pengendalian COVID-19 yang inklusif," pungkas Wiku.


Infografis hoaks ramalan Covid-19 dari masa lalu

Infografis hoaks ramalan Covid-19 dari masa lalu

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya