Liputan6.com, Jakarta - Masa pandemi Covid-19 menjadi momen yang begitu menantang, termasuk untuk pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Masa krisis ini turut memengaruhi kesiapan tenaga kesehatan, terutama layanan primer dalam pelayanan ASI eksklusif dan laktasi di Tanah Air.
Founder dan Chairman dari Health Collaborative Center (HCC) Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, menemukan fakta bahwa 62 persen tenaga kesehatan di layanan primer kesulitan mempertahankan ibu memberi ASI eksklusif di masa pandemi. Fakta ini didapat dari penelitian cross-sectional dengan melibatkan 1.004 responden.
Baca Juga
Advertisement
Guna mengatasi masalah ini, Ray merekomendasikan langkah untuk mengoptimalkan pemberian ASI eksklusif di masa pandemi. Pertama, praktik konsultasi pemberian ASI eksklusif selama pandemi tetap harus dilakukan.
"Dilakukan di faskes, kalau tidak bisa tatap muka dengan jadwal bisa, harus dilakukan jadwal kunjungan. Sudah harus dilakukan, karena kalau tidak, ini kondisinya makin parah sehingga dokter-dokter dan bidan makin sulit menjangkau ibu-ibu," kata Ray dalam bincang virtual, Rabu, 4 Agustus 2021.
Ray melanjutkan, langkah selanjutnya adalah diberi kesempatan untuk kunjungan rumah dan disiapkan fasilitas WhatsApp juga telepon. Ia melihat, konsep ini bisa dilakukan terhadap ibu hamil dan menyusui.
"Penelitian saya sendiri pada waktu di FKUI telah membuktikan bahwa hanya dengan telepon, WhatsApp dan SMS berhasil meningkatkan attitude ibu untuk tetap memberikan ASI eksklusif," tambahnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pentingnya Konseling
Ray menyampaikan, saran yang paling efektif mempertahankan praktik menyusui ASI eksklusif selama pandemi adalah tetap menyusui langsung sesering mungkin dan mengombinasikan antara menyusui langsung dan memompa ASI. Ray mengingatkan, ini harus dilakukan dengan konseling.
"Begitu infodemic atau hoaksnya lebih banyak dari kesempatan dokter dan tenaga kesehatan memberikan konseling, mereka kemudian akan lebih percaya informasi yang enggak benar," tambahnya.
Rekomendasi selanjutnya adalah pemerintah dan stakeholder wajib punya kebijakan ketat dalam pengendalian hoaks. "Ibu enggan dan khawatir datang ke fasilitas, banyak informasi yang tidak benar beredar di media sosial, fasilitas kesehatan dibatasi," jelas Ray.
"Beberapa tenaga kesehatan subyek penelitian memberikan saran bahwa perlu ada infodemic management training kepada tenaga kesehatan di bidang kesehatan ibu dan anak," lanjutnya.
Advertisement
Fasilitas Telemedicine
Rekomendasi terakhir, dikatakan Ray, perlu ada inovasi ANC (ante natal care) atau pelayanan ibu hamil dan menyusui dan konseling menyusui secara inovatif. Tak ketinggalan, ia menyebut, harus adanya fasilitas telemedicine atau konsultasi daring yang mudah digunakan.
"Kalau bisa ada posyandu daring, kelas ibu menyusui secara daring harus dilakukan secara masif di Indonesia, karena kalau tidak, kita makin turun," kata Ray.
Terakhir disebutkan Ray, agar diupayakan banyak instrumen, seperti aplikasi ponsel hingga kalender pengawasan ibu hamil dan menyusui berbasis daring. "Ibu bisa banyak dapat infodemic dari smartphone yang harusnya kita hadang dengan memberi instrumen yang berbasis daring supaya fasilitas menyusuinya juga dapat secara online," tegasnya.
Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19
Advertisement